Alhamdulillah dua hari ini Jingga dapat kunjungan dari dua anak istimewa. Yang pertama Hyperactive dan yang kedua Border Line. Secara fisik mereka tak ada perbedaan. Namun, alangkah kasihan jika mereka bergabung dalam kelas konvensional dan tidak dilibatkan dalam pembelajaran yang "manusiawi". tahapan anak seusia mereka adalah bermain. Maka metode terefektif adalah bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain. Apalagi dengan keistimewaan dalakm diri mereka. Manakah mungkin mereka akan berkembang secara optimal jika belajar dalam tata pendidikan yang tak "mengerti' keistimewaan mereka.
Semoga kedua anak ini (sementara, siapa tahu ada yang ndaftar lagi) bisa berkembang di Sekolah Alam Jingga sesuai dengan kecendrungan dan potensi yang melekat dalam dirinya. Berkembang seperti bunga ketimun. Eh... kok bunga ketimun ya? :p
Berikut ini saya copy paste artikel tentang anak istimewa. Yuk kita telaah bersama.
Minggu-minggu ini kami sibuk hunting sekolah lanjutan untuk Entong anakku semata wayang.
Sebelum kuceritakan lebih lanjut model sekolah gifted untuk sekolah lanjutan di Belanda ini, kuceritakan dahulu model pendekatan pendidikan anak-anak gifted SD.
Pendidikan sekolah dasar di Belanda menganut dua system, yaitu sekolah regular – dan sekolah khusus (SLB). Sekolah reguler Belanda menganut sistem pendidikan dengan pendekatan adaptif, yaitu memberikan perhatian pada keunikan setiap anak dan tawaran pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan anak. Dengan demkikian ia melayani pendidikan inklusi, yaitu menerima anak-anak special needs belajar bersama dengan anak-anak “nonmal” lainnya. Special needs yang diterima si SD reguler ini adalah: ADHD, Austime spectrum disorder, Gifted, dan Disleksia. Sekalipun ke empat bentuk special needs itu sudah ada UU nya bahwa ia boleh masuk dalam sekolah reguler, pihak sekolah juga masih menerima anak-anak Down Syndrom, cacat primer seperti tuli ( yang sudah terlatih dengan hearing aids) dan gangguan penglihatan. Juga anak-anak dengan inteligensia borderline.
Istimewanya dirimu, Nak. |
Semua anak dalam sekolah reguler ini haruslah mempunyai inteligensia normal ke atas. Pendekatan pendidikan yang diutamakan adalah pendekatan keharmonisan tumbuh kembang. Karena itu untuk anak-anak gifted lebih diutamakan masuk ke sekolah reguler bukan sekolah khusus anak gifted. Kelak saat di sekolah lanjutan anak-anak ini akan masuk ke dalam sekolah khusus. Walaupun begitu ada tiga bentuk sekolah untuk anak-anak gifted ini di tingkatan sekolah lanjutan.
1) Model sekolah yang menempatkan anak-anak gifted bersama anak-anak lain hingga dua tahun lamanya (dg pendekatan inklusi), baru di tahun ke tiga ia dipisahkan masuk sekolah khusus (gymansium & athenium). Bentuk sekolah bersama-sama sampai dua tahun disebut brugklas (kelas jembatan).
2) Model sekolah yang langsung dari sekolah dasar masuk ke sekolah khusus gifted, disebut gymnasium dan athenium. (Gymnasium menekankan pada bahasa dan ilmu2 sosial, athenium menekankan pada sains dan matematika). Atau kombinasi keduanya.
3) Model sekolah khusus gifted Xtra. Bentuk ini adalah model baru yang tengah dikembangkan oleh pemerintah Belanda, dengan pendekatan teori multifactor dari Kurt Heller (lihat: TEORI GIFTEDNESS ) .
Artinya ada delapan bidang ketrampilan yang perlu pengolahan. Mana yang terkuat dikembangkan, mana yang lemah dibantu agar bisa juga berkembang. Karena setiap anak dianggap mempunyai keunikan individu, maka dalam satu kelas dibuka system pendidikan yang sangat berdiferensiasi dalam materi. Untuk masuk kesini ditutut anak-anak dengan kecepatan pikir, kreativitas dan ketahanan yang tinggi.
Pelajaran diberikan secara mandiri, individual, dan menggunakan pendekatan problem based learning.
Problem based learning di Belanda dikenal sebagai pendidikan dengan pendekatan projek (project onderwijs). Kepada anak-anak ini diberi tugas yang harus dipecahkan melalui riset, kepustakaan, dan melaporkannya dalam bentuk makalah. Pokok bahasan, mereka boleh memilih sendiri mana yang menjadi minatannya. Jadi disini juga ditekankan pada konsep kebebasan, kemandirian, tetapi harus bertanggung jawab akan keberhasilan tugas. Dengan begitu dituntut ketahanan kerja yang tinggi.
Secara teoritis pendekatan model seperti ini (no 3) adalah pendekatan yang paling ideal untuk seorang anak gifted yang memang selalu mendahulukan berpikir secara konsep. Ia bisa langsung menyalurkan pemikiran-pemikirannya.
Melihat kenyataan no 3, sebagai orang tua anak-anak gifted, pada awalnya banyak yang tertarik pada pendekatan seperti ini. Ideal.
Namun melihat kenyataan lagi, bahwa anak-anak gifted adalah populasi yang beragam. Keragaman bisa terjadi sebagai akibat dari banyak hal. Bisa dilihat lagi Konsep giftedness Kurt Heller.
Semakin tinggi inteligensia si anak, akan juga terjadi ketidak sinkronan perkembangan. Ada yang perfeksionisme luar biasa akibatnya menekan potensi kreativitasnya. Ada yang sangat kreatif tetapi kurang presisi karena perfeksionismenya dihantam oleh kreativitasnya. Ada yang kadang perfek kadang kreatif sehingga susah ditebak…
Ada yang terfokus pada satu masalah, masalah lain tidak digubris.
Berbagai masalah disinkronitas ini akan mewarnai bagaimana ia dapat bekerja dalam sebuah proyek problem based learning, bagaimana reaksi anak-anak ini dalam bekerja? Bisa diperkirakan. Bagaimanapun ia seorang anak gifted tetap membutuhkan bimbingan terstruktur dan kombinasi kekebasan. Menurutku kebebasan dengan menekankan pada tanggung jawab, tetapi tanpa struktur sama sekali ... ah... saya masih tidak tega. Bagaimana dengan masalah adiministrasinya? Sekalipun ada portfolio pasti repot banget...Karena setiap anak mempunyai pekerjaan yang berbeda...
http://kelas-inklusi.blogspot.com/2008/02/problem-based-learning-untuk-gifted.html
No comments:
Post a Comment