Friday, December 18, 2020

Backmasking

Menjadi kegusaran bagi saya ketika saya kehilangan sebuah kata untuk mewakili sebuah konsep. Alhamdulillah setelah dikulik, kata yang hilang ini akhirnya muncul lagi. Backmasking adalah kata yang hilang itu. Saya awalnya sadar bahwa kata itu hilang ketika saya tidak menggunakannya, tidak mengabadikan dan mengikatnya. Seperti yang kita ketahui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai ini yang dituliskan dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 2026,

قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ

Ikatlah ilmu dengan dengan menulisnya

Oleh karena itu, Backmasking menjadi judul tulisan kali ini. Teknik ini adalah cara menyembunyikan pesan dalam lagu. Untuk menyamarkannya ada yang dibuat seperti berbisik, tertutup oleh suara bising, atau baru muncul setelah diputar balik. Biasanya Backmasking digunakan oleh kelompok yang melakukan ritual kegelapan, menyembah setan.

Ternyata selain pesan yang bisa diperoleh menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang biasa disebut Higher Order Thinking Skills, ada bentuk pesan terselubung yang hanya bisa diperoleh dengan teknik media tertentu. Di satu sisi saya merasa miris, untuk kecerdasan literasi saja para guru harus menggenjot agak keras agar siswanya terlatih apalagi dengan metode Backmasking. Makin banyak pesan yang tidak tertangkap yang menyebabkan banyak orang tersesat tanpa sadar.

Teringat hadits Rasulullah yang mengingatkan kita, bahwa:

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR Musim – Shahih)


Muncul pertanyaan saya untuk diri sendiri, sudah sampai mana saya mempersiapkan diri ini menjadi orang tua dan guru yang baik? Sudah melakukan apa saja agar generasi yang ditinggalkan nanti menjadi generasi yang cerdas dan menjadi pembela agama?

Sore merangkak malam. Saya bersyukur masih diberi kesempatan untuk berbagi. Semoga bermanfaat apa yang saya tebar di sini.

Thursday, December 17, 2020

Magang yang Dilakukan Siswa Sekolah Alam

Pemagangan akrab kita dengar dan dilakukan oleh siswa di sekolah tingkat atas khususnya di sekolah kejuruan. Biasanya diselenggarakan untuk melihat apakah para siswa ini dapat mengaplikasikan teori yang didapat di dunia kerja. Di sekolah alam, pemagangan ini dilakukan bahkan sejak sekolah dasar kelas 5 dan 6 sampai SMA kelas tertinggi. Makna pemagangan mengalami perluasan di sini.

Siswa memulai kegiatan pemagangan tidak sebatas untuk mendapatkan pengalaman bekerja saja. Pemagangan di sekolah alam dimulai dari usia yang mungkin bagi sebagian orang terlihat “terlalu dini”. Padahal sebelum keterampilan menguasai beberapa hal khusus yang sangat diperlukan oleh seorang individu di dunia kerja, ia perlu mencapai kematangan sosialnya terlebih dulu dan bidang ini harus dilatih sejak kecil agar karakter baik juga karakter kuatnya tumbuh dengan baik. Menurut Majalah YFS, karakter yang diharapkan dari proses magang adalah Inisiatif, Perilaku yang Positif dan Kemauan untuk Belajar, Kemampuan Beradaptasi, Kemampuan Bicara secara Profesional, dan Kemampuan Berpikir Kritis.

Lima karakter tersebut seperti yang kita ketahui, tidak hanya diperlukan untuk menjalankan pekerjaan di bidang tertentu, namun menjadi bekal berkehidupan yang berkualitas. Karakter yang akan muncul dalam pemagangan inilah yang menyebabkan Saga Lifeschool mempersiapkan siswa untuk mengalami pengalaman magang sejak dini (Kelas 5 SD). Jangan dibayangkan siswa SD duduk di belakang meja dan melakukan beberapa pekerjaan seperti yang dilakukan oleh siswa sekolah menengah atas. Saga Lifeschool menyusun kegiatan magang dengan diferensiasi sesuai dengan target karakter yang ingin dicapai dan tahapan perkembangan tiap usia.

Pengembangan Kurikulum menjadi hal lazim yang dilakukan di sekolah alam. Oleh karena itu, penyusunan program pemagangan yang dilkukan oleh Saga Lifeschool mungkin berbeda dengan sekolah alam yang lain. Namun secara umum, target karakter yang ingin dicapai tetap sama. Tahapan magang, lokasi, target, durasi, bidang pemagangan disubstraksi dengan unik. Saga LIfeschool memperkenalkan tahapan magang menjadi Magang Karakter, Magang Sosial, dan Magang Bakat.

Siswa mengalami pemagangan dari hal yang terkesan “remeh”, yaitu mengikuti kegiatan beraktifitas masyarakat dengan kondisi sosial dan ekonomi yang berbeda dari kehidupan kesehariannya. Ada yang magang di warung kecil di sebuah kampung, ada yang ikut menjadi petani di kampung yang sama. Aktifitas sederhana dengan kondisi sosial ekonomi berbeda inilah yang pada akhirnya memunculkan karakter yang disebutkan sebelumnya. Jika kegiatan sederhana dilakukan oleh siswa SD dengan waktu yang tidak lama, maka siswa SMP dan SMA akan mengalami pengalaman yang lebih kompleks dan semakin lama semakin spesifik dengan keminatan masing-masing.

Sekolah Alam (yang) Berbeda

Sekolah alam kata orang berbeda. Sekolah alam adalah sekolah yang tidak biasa, sedikit aneh. Sekolah Alam adalah sekolah untuk anak-anak yang sedikit berbeda, yang tidak biasa, bahkan sedikit aneh. Jadi kalau ada anak yang tidak seperti yang lain, maka sebaiknya sekolah di sekolah alam. Jangan di sekolah tempat anak kebanyakan sekolah. Jika sudah terlanjur dan tidak bisa mengikuti kegiatan di sekolah umum, maka sebaiknya pindah ke sekolah alam.

Kalimat di atas adalah ujaran yang sangat umum mengenai sekolah alam. Tidak dipungkiri, sekolah alam merupakan sistem pendidikan yang berbeda dengan sistem yang diselenggarakan oleh sekolah pada umumnya. Secara kasat mata bisa dilihat, siswa tidak menggunakan seragam kecuali dalam keadaan tertentu yang membutuhkan identifikasi lembaga. Sekolah alam biasanya memiliki rompi, topi, atau kaos khas sebagai penanda sekolah. Namun, seragam ini bukanlah pakaian sekolah yang harus dipakai setiap hari. Kedua, bentuk bangunan sekolah alam biasanya mengedepankan konsep “menyatu dengan alam” sehingga sebagian besar mudah terakses dengan luar kelas. Biasanya konsep saung menjadi andalan. Lapangan terbuka dan jumlah pepohonan lebih dominan dibandingkan dengan bangunan permanen yang berdinding tertutup.

Bagaimana dengan kurikulum? Jika boleh saya katakan, model kurikulum tiap sekolah alam berbeda untuk tiap lembaga. Mengapa? Tentu karena sekolah alam tidak membuat pakem detail mengenai sajian kurikulum yang diterapkan. Setiap lembaga diberikan kebebasan untuk mengembangkannya sesuai dengan nilai yang dijadikan patokan dan kearifan lokal tempat sekolah alam tersebut berdiri. Walau pun demikian, sekolah alam memiliki Core Value yang disepakati menjadi jiwa dari pengembangan kurikulum setiap sekolah. Core Value tersebut adalah Bakat dan Lifeskill, Seni dan Kreatifitas, Lingkungan dan Konservasi, Logika dan Pengetahuan.

Oleh karena itu, kita tidak bisa melakukan perbandingan kualitas tiap lembaga karena masing-masing sekolah alam memilliki identitas sendiri. Tak heran jika Sekolah Alam Bekasi (SaSi) berbeda dengan SagaLifeschool dan lain-lain. Bagaimana kriteria sekolah alam yang baik jika semua sekolah alam menawarkan kurikulum terbaik? Penilaian baik atau tidaknya menjadi subjektif ketika ukuran yang dipergunakan tidak sama. Apakah ukurannya bisa disamakan? Tentu tidak. Ukuran tersebut bersifat personal dan unik. Keunikan yang sama dengan yang dimiliki sekolah alam. Inilah mengapa, banyak kalangan menyebutkan, sekolah alam adalah sekolah yang memanusiakan manusia.

Wednesday, December 16, 2020

Kangen Sekolah

Apakah ada anak yang tidak rindu kembali bersekolah? Anak sebagai individu berkembang sangat membutuhkan lingkungan sosial, tentu yang paling rindu untuk kembali bertemu teman-temannya adalah anak. Mereka rindu untuk bermain, berbagi cerita, dan berkegiatan bersama.

Namun, ternyata ada juga anak yang mulai merasa nyaman dengan keadaan “di rumah saja”. Efek nyaman di rumah karena individu tersebut merasa cukup terpenuhi kebutuhannya dengan berbagai kegiatan pengganti yang selama ini dilakukan. Kadang kegiatan pegganti ini menimbulkan efek negatif. Beberapa siswa dikeluhkan mulai kecanduan gadget, melakukan pembicaraan yang tidak pantas dengan orang asing, menunjukan gejala kegelisahan dan kecemasan tingkat inggi bahkan ada yang berpikir lebih baik mati daripada menghadapi kondisi yang serba tidak pasti ini. Sebagian besar menunjukan kondisi tidak berani melakukan aktifitas selain di rumah dan tidak berani bertemu sama sekali dengan individu lain. Kita mengenalnya dengan istilah Cabin Fever.

Bagaimana pun, kembali ke sekolah adalah kegiatan yang akan dilakukan seluruh pelajar di belahan bumi ini. Cepat atau lambat kebijakan ini akan diterapkan. Terlihat berbagai upaya dilakukan oleh orang tua dan lembaga pendidikan turut mempersiapkan siswa untuk kembali belajar di sekolah. Persiapan ini terkait beberapa upaya agar kembali ke sekolah menjadi aktifitas yang aman, nyaman, membahagiakan, dan menyehatkan jiwa raga semua pihak. Termasuk menihilkan pemikiran peimistik dan berbagai berita yang membuat seolah tidak terbuka kemungkinan akan perbaikan kondisi.

Saga Lifeschool menghadirkan lagu yang menceritakan kerinduan anak-anak untuk kembali bertatap muka lagi di sekolah yang mereka cintai. Klik di sini untuk melihat lagunya: https://www.youtube.com/watch?v=xxQN8BTYKD4&t=5s



Lagu ini diciptakan sebagai bagian dari upaya untuk menyuarakan kerinduan para pelajar di mana pun dan di sekolah alam secara khusus. DIharapkan, pelajar di Saga Lifeschool tetap ceria dan yakin bahwa semua hal yang membatasi geraknya akan kembali seperti semua. Allah telah siapkan hal-hal baik untuk kita semua. Semoga rindu sekolah terobati segera dan kita bisa melakukan aktifitas seperti biasa. 

Biaya Pendidikan, Hadiah, dan Rasa Syukur

Pada masa seperti ini masih banyak orang tua yang menahan anaknya untuk bersekolah. Mereka enggan mendaftar karena ada beberapa hal yang menurut pengamatan banyak pihak belum aman untuk kembali bersekolah secara tatap muka. Namun, tidak sedikit pula yang memberanikan diri untuk mendaftarkan anak mereka bersekolah. Meninjau hal ini, sebagian besar sekolah pun ternyata mengalami penurunan jumlah siswa yang didaftarkan untuk tahun ajaran baru ini. Merata, perubahan terjadi di semua sisi kehidupan.

Namun, mari kita kembali meyakini bahwa tahun depan yang tinggal beberapa hari ini akan lebih baik dari tahun sebelumnya. Kita menjadi lebih terlatih dan lebih kuat sehingga disadari atau tidak, kondisi akan membaik seiring mental dan fisik para penghuni dunia yang juga membaik. Ada yang hilang dan ada yang datang. Penyesuaian dilakukan secara natural dan pasti ada usaha yang dilakukan agar kita mampu bertahan di episode slanjutnya.

Jika kita sebagai orang tua menyempatkan diri untuk mengingat betapa susah payahnya kita mendampingi anak-anak belajar dari rumah, muncul dalam diri penghargaan yang sangat tinggi kepada para pengajar karena telah begitu sabar. Begitu pun jika kita sebagai guru mengingat betapa susahnya mengajar jarak jauh, maka hadir ke sekolah dan mengajar siswa secara langsung ternyata lebih mudah dan sangat membahagiakan.

Hitungan biaya pendidikan sepertinya mulai direduksi bukan hanya pada jumlah rupiahnya namun nilai dari biaya yang dikeluarkan. Berbahagialah sekolah dan wali siswa yang bersepakat dan berbahagia dengan biaya pendidikan yang dapat dikelola semaksimal mungkin untuk peningkatan kualitas pendidikan. Di sinilah sebutan mahal atau murah menjadi “relatif”.

Ada kebiasaan yang kita temukan di sekolah pada saat pembagian rapot dan kelulusan, orang tua berbondong-bondong memberikan hadiah kepada para guru. Para wali siswa ini menunjukan rasa sayang dan kebahagiaannya karena anak-anak mereka menjalani proses belajar dengan membahagiakan. Bagi mereka, gaji yang diterima para pendidik peradaban ini masih kurang menunjukan kebahagiaan yang muncul dalam diri. Di sisi lain, pemberian hadiah ini ternyata memiliki efek yang tidak baik dalam skala besar. Bukan hanya kemungkinan kecemburuan sosial dan perilaku tidak adil yang akan muncul, namun Rasulullah sudah mengingatkan kita melalui riwayat Imam Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits yang berbunyi,

مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ

“Barangsiapa yang kami tugaskan untuk mengerjakan suatu pekerjaan dan kami telah memberinya upah, maka apa yang diambilnya dari selebihnya adalah ghulul (pengkhianatan).”(Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib,1/191)

Insyaallah rasa syukur dan kebahagiaan orang tua dan guru sudah sangat cukup tanpa harus dibuktikan dengan pemberian hadiah. BIaya yang dikeluarkan, jerih payah yang diusahakan, dan timbal balik kemanusiaan sudah diatur sedemikian rupa dalam keadaan saling ridha. Insyaallah baik guru dan orang tua akan mendapatkan hadiah terbaik dari sisi Allah karena telah mengupayakan yang terbaik untuk masa depan penerus bangsa yang lebih baik.

Tuesday, December 15, 2020

Parenting dan Sekolah

Setiap orang tua berharap dapat menyajikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya. Mereka paham sepenuhnya, pendidikan menjadi salah satu bekal dalam melanjutkan kehidupan keturunannya. Penghidupan yang baik ini sangat bergantung dengan pendidikan yang diperoleh. Semua pun sepakat dengan hal ini. Pendidikan menjadi proses belajar yang mampu mengubah pandangan dan perilaku sehingga membawa harapan, bahwa kehidupan anak-anak di masa depan menjadi lebih baik.

Kita bisa menyaksikan di berbagai sudut di dunia, para orang tua bekerja keras agar anak-anaknya menempuh jenjang pendidikan di lembaga pendidikan setinggi mungkin. Kelas-kelas parenting pun seringkali penuh dengan mereka yang menyadari bahwa dasar pendidikan berasal dari rumah. Para orang tua ini menyadari bahwa dirinya perlu juga belajar cara pengasuhan yang tepat agar menjadi ayah dan ibu terbaik bagi buah hati.

Mengenai pilihan sekolah, banyak orang tua yang meneliti begitu detil kualitas lembaga yang akan menjadi tempat belajar banyak hal anak-anaknya. Detil ini dimulai dari meneliti seberapa banyak biaya yang dibutuhkan, metode pembelajarannya, program sekolah, bahkan rencana pengembangan sekolah tersebut. Bahkan, beberapa orang tua meneliti lebih dalam untuk banyak hal mengenai pilihan sekolah ini.

Sebagai sahabat dalam pengasuhan, banyak sekolah yang juga memadukan pendidikan karakter dengan kelas parenting yang diberikan untuk orang tua siswa. Sebuah tujuan mulia yang berdasar pada kesadaran komunal insyaallah akan memudahkan tercapainya harapan pencapaian kualitas generasi yang semakin baik. Sekolah yang menggandeng parenting sebagai aktifitas bersama orang tua di antaranya adalah sekolah alam. Satu atau dua orang narasumber biasanya diundang secara rutin untuk mendampingi kelas-kelas parenting yang diselenggarakan.

Saga Lifeschool sebagai satu di antara beberapa Sekolah Alam di Bekasi telah menyelenggarakan kelas parenting rutin yang programnya disebut PES atau Parenthood Education Series. Dua kali sebulan, PES diadakan dengan pembagian kelas TK-SD2, SD3-SD5, SD6-SBS2, SBS3-SBS6S. Saga Lifeschoolmerasakan perubahan signifikan dalam diri peserta didik ketika guru dan orang tuanya memiliki prinsip pengasuhan yang sama. Siswa menjadi lebih kreatif, berani, memiliki inisiatif, dan siap untuk menjalani masa akil baligh dengan lebih baik. Semoga semakin banyak sekolah yang bekerjasama dalam pengasuhan bersama orang tua di kelas-kelas parenting.

Monday, December 7, 2020

Satu Mulut, Dua Telinga

Perkembangan berbahasa manusia paling awal dimulai dari mendengar. Indera pendengaran paling pertama berkembang sejak dalam kandungan. Otak anak manusia merekam suara-suara yang sering ia dengar sehingga ketika lahir ia dapat mengorelasikan suara dengan sosok yang perlahan secara visual menjadi jelas di matanya. Selanjutnya dengan suara dan intonasi yang ia pelajari, sang anak akan belajar mengorelasikan suara, intonasi, dan mimik.

Fase peniruan dilakukan dalam rangka memberikan respon pada dunia di luar kandungan. Anak belajar menggunakan indera pengecap yang juga dapat menghasilkan suara. Tahap babbling pun menambah jenis suara yang dihasilkan oleh anak selain menangis dan tertawa.  Pada tahap tertentu, ia mulai mengucapkan satu kata, diikuti beberapa kata, sehingga dapat memproduksi satu kalimat utuh dan dapat dimengerti orang di sekitarnya.

Kemampuan berbicara akan meningkat menjadi keterampilan berkomunikasi yang dipelajari tiap anak manusia secara natural. Ditambah dengan didikan yang menekankan pada adab dan akhlak, dipastikan kemampuan berbicara seorang anak akan berkembang dengan baik. Banyak sekali ungkapan yang menyiratkan betapa kemampuan berbicara dapat membawa keberuntungan atau bahkan kehancuran satu orang hingga satu bangsa.

Pengibaratan lisan (sebagai perwakilan istilah bicara) dengan pisau yang ketajamannya bisa melukai penutur atau pendengar, sangat akurat. Berbicara yang sifatnya natural dapat dilakukan dengan proses berpikir walau terkesan otomatis namun peran otak dalam mengelola pilihan kata yang ingin disampaikan tidak bisa dielakan. Maka, mengenai lisan yang menjadi pisau adalah perkataan yang dihasilkan tanpa melalui proses berpikir yang panjang. Sekali lagi, hal ini terjadi karena proses berpikir yang dilakukan penutur tidak dilatih dengan adab yang baik hingga menghasilkan penilaian akhlak yang buruk.

Berbeda dengan menulis yang membutuhkan kemampuan berpikir satu tahap di atas berbicara, pertanggungjawaban dan efek penulisan lebih berat lagi. Sebuah tulisan dapat menjadi bukti sejarah. Produksi kepenulisan dapat membuka wawasan dan menggerakan. Lebih jauh lagi, tulisan dapat menjadi warisan peradaban. Maka, sebuah kebudayaan sangat bergantung dengan kualitas kepenulisan dan konsumsi tulisan masyarakat pada masanya. Mengapa kekuatannya bisa lebih dahsyat? Tentu saja karena untuk menulis, manusia memerlukan wawasan yang beragam. Ia harus mampu memilih kata yang sesuai untuk disampaikan dengan cara yang benar pada pembacanya agar maksud penulis bisa sampai dengan baik.

Mari kita lihat kualitas tulisan yang beredar di sekitar kita dan mungkin saja menjadi konsumsi anak-anak penerus bangsa. Berapa banyak hal baik yang mereka cerap? Berapa banyak hal yang benar yang mereka lakukan berdasarkan apa yang mereka ketahui dari bacaannya? Tanggung jawab siapa menyajikan bacaan yang berbobot, memengaruhi mereka untuk memilih bacaan yang bergizi bagi nurani, dan menyebarkan kebenaran melaui bahasa yang baik? Saya yakin, kita merasa terpangil untuk ikut bertanggung jawab. Minimal kita akan lebih berhati-hati dalam menyampaikan pesan baik lisan atau tertulis di mana pun. Bahkan, pada akhirnya kita merasa butuh menyajikan pembicaraan dan tulisan yang tepat untuk menjadi contoh. Ya. Tidak ada pilihan selain mendidik diri kita sebagai orang dewasa yang layak digugu dan ditiru.

Apakah ajakan ini terasa susah, Teman? Mungkin tidak mudah, tapi jangan menyerah. Satu langkah paling sederhana adalah memproses semua informasi yang ingin disampaikan melalui proses berpikir agar kualitas pembicaraan dan tulisan yang kita hasilkan bisa menjadi informasi yang layak “didengar dan dibaca”.  Inilah salah satu hikmah mengapa Allah ciptakan satu mulut dan dua telinga.

Green Theraphy ala Saga Lifeschool


Mundur ke beberapa bulan ke belakang, kita telah berhasil bertahan di masa yang sempat menggetarkan bahkan menggoncang semua sisi kehidupan. Saya dan penyelenggara pendidikan lain pun sempat merasakan kegelisahan yang sama. Alhamdulillah SagaLifeschool berada di lingkungan yang berusaha saling mengingatkan bahwa kehendak Allah adalah yang terbaik bagi kita ummat-Nya. Perlahan kami mencari alternatif pembelajaran yang memungkinkan kami siap laksanakan. Alhamdulillah kami terinspirasi lagi oleh Sekolah Alam Bekasi, yaitu Green Theraphy.

Kegiatan tatap muka yang terkesan melawan arus dengan judul Green Theraphy ini tidak diselenggarakan semata-mata tanpa pertimbangan. Kami melakukan penjajakan kepada orang tua mengenai kesiapan mereka bekerjasama dengan model pembelajaran baru sebagai bentuk adaptasi kondisi terkini. Angket kami sebar dan kami evaluasi kesediaan juga pandangan orang tua siswa mengenai rencana yang kami susun. Beberapa wali murid yang berlata belakang medis pun kami undang untuk memberi pandangan. Dengan mengucapkan bismillah, green theraphy di Saga Lifeschool kami mulai sejak awal tahun ajaran.

Green Theraphy merupakan tatap muka yang kami usahakan menjadi hiburan bagi hati dan jiwa siswa di Saga LIfeschool. Dengan waktu yang lebih singkat dari biasanya dan aktifitas yang sangat ringan, kami berharap kebutuhan untuk bersosialisasi dengan teman sebaya dan terhubung dengan kegiatan belajar di sekolah, Green Theraphy ini diselenggarakan. Protokol yang kami gunakan bukan hanya tuntunan untuk menjaga kebersihan semata, namun juga menjalankan perintah menjaga kebersihan sebagaimana seorang muslim seharusnya. Jadi, selain siswa dan fasilitator diminta untuk cek suhu dan mencuci tangan, begitu sampai kelas siswa dianjurkan untuk segera berwudhu dan shalat duha. Dilanjutkan dengan senam lalu menkmati snack sehat. Kegiatan belajar pun dibuat seringan mungkin sampai pukul 11 siang mereka kembali pulang. Kegiatan ini berlangsung selama tiga jam saja sepekan sehari. Bagaimana dengan penggunaan masker dan jaga jarak? Tentu kami menganjurkan dan membuat setting kelas besar dipakai oleh 1 kelas. Masker dipakai kecuali saat makan dan olah raga. Posisi masker disesuaikan agar siswa tidak sesak karena nafasnya terganggu.

Untuk semua kendala yang kami hadapi dan berbagai kemungkinan yang terjadi, sepenuhnya kami serahkan pada Allah. Saga LIfeschool meyakini bahwa ketika kita sudah berikhtiar secara maksimal untuk menjaga kesehatan dan mengawal kegiatan pembelajaran sebagik mungkin, maka Allah akan melindungi tiap langkah yang kami ambil. Tiap lembaga pendidikan seperti semua orang tua, pasti memikirkan yang terbaik untuk anaknya. Semua konsekuensi sudah dipikirkan dan Saga Lifeschool siap untuk memikulnya dengan optimis dan bahagia agar imunitas kita tetap terjaga. Semoga Allah SWT menjaga kita semua.

Sunday, December 6, 2020

Untuk Apa Berbuat Baik

 

Aksi dan reaksi sepasang penting dalam komunikasi. Lazimnya komunikasi yang efektif akan terlaksana adalah jika aksi dan reaksi sepadan. Dengan begitu, tujuan dilangsungkannya komunikasi akan tercapai. Tapi, terkadang tujuan komunikasi memang dibuat tidak hanya sekadar menyampaikan informasi, namun juga mengkonfirmasi, mengajak atau mempengaruhi, atau membutuhkan feedback berupa perbuatan ataupun penjelasan verbal lainnya.

Semakin ahli seseorang mengelola kemampuan berkomunikasinya, maka tanpa kata-kata pun ia dapat menggerakan audience di dekatnya. Kepuasan berkomunikasi yang efektif membawa dampak positif dalam berkehidupan. Manusia berusaha menyebarkan nilai positif dengan cara mengkomunikasikan pemikiran yang dianggap baik. Sayangnya, tidak seperti teori komunikasi efektif, kita sering sekali mendapatkan respon berkebalikan. Ada masanya kita menjadi bingung dengan masalah yang muncul akibat respon yang ditimbulkan tidak seperti yang diharapkan. Sebutlah ini sunnatullah. Tidak semua orang akan menyambut perkataan kita. Bahkan ada juga yang mencemooh atau makin jadi membenci. Dikatakan sunnatullah karena Rasulullah, manusia agung pun mendapati bentuk respon yang menyakitkan.

Bercermin dari Rasulullah s.a.w. yang mengangkat derajat kemanusiaan melalui Ad Dien Al Islam dan bentuk respon manusia yang bermacam ragam, kita bisa menyimpulkan bahwa berbuat benar sejatinya bukan karena berharap ada yang “mendengarkan”. Jika yang diharapkan adalah banyaknya orang yang merespon baik perbuatan baik kita, mungkin dunia sudah hancur. Syukur masih banyak manusia yang menyadari bahwa keputusan berbuat baik adalah karena kita memutuskan untuk menjadi orang baik. Simak deh kalam Allah berikut ini:

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.” (QS. Al-Isra’ ayat 7).  

Kebaikan ini tentu mencontoh dari apa yang Allah lakukan dan rasakan pada kita melalui kenikmatan yang kita dapatkan.  Allah SWT menyatakan dalam kalamnya yang mulia:

“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat baik kepadamu.” (QS. Al-Qashas ayat 77).

Jadi, jangan sekali-kali kita kapok berbuat baik karena perbuatan baik itu balasannya lebih baik lagi walau (terkadang) tidak didapatkan secara kontan. Singkirkan pikiran, “Sama aja aku nasehatin atau tidak. Dia tidak akan berubah. Percuma!” Semoga ayat yang akan kita baca berikut ini menjauhkan dari pemikiran semacam itu dan meneguhkan hati kita untuk selalu berbuat baik:

“Barangsiapa datang dengan (membawa) kebaikan, maka dia akan mendapat (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu.” (QS. Al-Qashas ayat 84)

Menyoal Literasi

Literasi secara umum mengulas sekitar keterampilan membaca dan menulis. Di dalamnya terikat “minat” yang akhirnya membentuk pemikiran pada tiap insan yang tersentuh kegiatan berliterasi. Tidak heran, membaca dan menulis berkaitan erat dengan intelektual. Belakangan literasi menjadi prasyarat penguasaan yang menjadi ukuran kualitas intelektual anak didik. Di Indonesia, baru tahun ini digawangkan oleh Mas Mentri ketika negara “maju” sudah terlebih dulu merangsek pemikiran warga negaranya melalui literasi. Insyaallah Saga Lifeschool tidak akan ketinggalan, siap menemani bintang kecil di sekolah menikmati proses berliterasi.

Seperti yang sudah disampaikan, literasi sangat erat dengan pembentukan pola pikir. Rasulullah diingatkan oleh Allah SWT melalui jibril mengenai ini. Iqra! Proses membaca yang dapat dilakukan bahkan oleh seorang buta aksara adalah Iqra. Membaca semesta. Membaca kemauan Sang Pencipta atas ciptaan-Nya. Menjawab semua misteri kehidupan dengan hikmah lalu menuliskannya. Tulisan yang berubah menjadi bacaan. Tulisan yang mengajak manusia berpikir dan bertindak bijak. Tulisan yang menghadirkan tulisan lain karena menginspirasi dan membuka cakrawala baru. Membuka kemungkinan dan harapan mengenai sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin dan menjadi penemuan terbaru yang diperbaharui setiap masa. Begitu besar kekuatan literasi. Kita bisa menemukan bukti kekuatan literasi yang mengangkat derajat kemanusiaan melalui buku dan kebiasaan membaca yang bahkan menguatkan tiap budaya bangsa-bangsa di dunia.

Melalui pemikiran inilah, Saga Lifeschool berusaha untuk melakukan beberapa tahap di bawah ini untuk memulai kegiatan berliterasi yang lebih terstruktur:

1.      Membuka wacana mengenai apa itu literasi. Siswa akan mendengarkan kisah bangsa-bangsa yang bangkit menjadi pemimpin sebuah zaman melalui literasi. Bahkan para pejuang kemerdekaan negara kita menjelma sastrawan dan sastrawan menjelma pejuang untuk membangkitkan semangat merebut kemerdekaan tanpa dicurigai para penjajah.

2.      Membaca adalah langkah yang harus dijalani dalam pembelajaran literasi. Ketrampilan membaca dengan keras dapat memperlihatkan pemahaman siswa terhadap bahan bacaannya. Terlebih jika intonasi mengikuti alur kisah dan penokohan. Di proses ini sebaiknya guru mencontohkan agar siswa mudah mendapatkan model membaca yang tepat. Pilihan bacaan menjadi penting di sini. Tiap guru memilih bacaanyang tepat dan dikuasai, terpenting dicintai. Tujuannya adalah agar siswa mendapatkan ekspresi terbaik sang guru dalam menyampaikan bacaan tersebut. Tujuannya, agar siswa menyukai proses membaca, memahaminya, dan menjadikan aktfitas membaca sebagai bagian dari kesehariannya.

3.     Siapkan bahan bacaan bervariasi dari berbagai jenis sastra hingga latar budaya yang berbeda. Tujuannya adalah agar siswa mengetahui dan menikmati jenis bahan bacaan yang kemudian menginspirasinya dalam banyak hal. Sumber literasi yang bisa diakses adalah Novel, Cerpen, Puisi, Naskah Drama, Film, dan Lagu.

4.    Setelah siswa bergaul dengan beberapa sumber literasi, guru dapat  mengarahkan siswa untuk memproduksi sendiri tulisan baik itu murni hasil pemikiran mereka sendiri maupun reproduksi berupa resume, paraphrase (mengubah puisi ke bentuk prosa lain), melakukan apresiasi kinetik dan verbal terhadap karya sastra tertentu.

      Semoga literasi yang kita kembangkan membawa kebahagiaan yang menular dan optimism yang mengembang di sanubari siswa-siswa kita. Semoga apa yang diusahakan menjadi sarana bagi diri-diri kita pribadi untuk melangkah lebih jauh dan terbang lebih tinggi; menjadi pribadi yang lebih baik lagi; guru yang menginspirasi. Untuk fasilitator di Saga Lifeschhol, “Semangat!”.

Friday, December 4, 2020

Proses Kreatif

Apa yang paling menghambat proses kreatif? Biasanya yang menjadi halangan paling utama proses kreatif adalah mood. Yang kedua dan yang paling menghambat adalah mindset. Merasa tidak kreatif, tidak biasa membuat kreasi, bukan keturunan seniman, dan alasan-alasan lain yang sesungguhnya justru menutup keran kreatifitas.

Semua orang bisa berkreasi. Utamanya ketika dalam keadaan terdesak, manusia dapat mengoptimalkan akalnya untuk memenuhi kebutuhan dengan persediaan yang ada. Inilah bentuk kreasi termudah muncul ketika kita berusaha bertahan hidup. Meminjam istilah zaman sekarang, kreatif adalah kere tapi aktif. Tidak salah ungkapan tersebut. Kadang dibutuhkan desakan tingkat tinggi agar kreatifitas dapat dihadirkan.

Bagaimana dengan mood? Mood menjadi alasan kreatifitas menemui jalan buntu, seperti “Lagi ngga mood nih. Ngga dapet ide.” Begitu kira-kira. Padahal ada juga yang bilang, “Ngga mood ya jangan diemut”. Artinya jika mood sedang tidak baik, jangan dibiarkan dan hanya menunggu sampai mood kembali stabil. Berusahalah agar kembali mood karena mood atau tidak tergantung dari kita.

Di Saga Lifeschool, kreatifitas sangat dibutuhkan. Baik siswa maupun fasilitator didukung untuk berkreasi semaksimal mungkin. Berikut ini langkah secara umum yang dapat membantu kita mengembangkan kreatifitas:

1.      Preparation

Tahap persiapan. Di sini setiap kita bisa mengumpulkan ide. Biasanya ide datang dari hal yang kita ketahui sebelumnya atau pada hal yang kita sukai. Gali lebih banyak di antara kedua hal ini sehingga muncul beberapa ide untuk digali lebih dalam

2.      Incubation

Inkubasi adalah tahapan ketika kita menguji coba beberapa ide besar hingga pemikiran mengenai ide tertentu mulai dominan

3.      Illumination

Tahap iluminasi adalah masa ketika kita mulai mengkristalisasi ide yang ingin dikembangkan

4.      Verification

Tahap verifikasi mengawal kita untuk memproses ide menjadikan sesuatu yang lebih konkrit serupa produk atau gerakan tertentu.

Empat langkah di atas menunjukan bahwa kreatifitas bukan “jatuh dari langit”. Kreatifitas adalah sebuah proses yang disengaja untuk dihadirkan, kegiatan yang melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Inilah sebab Project Based Learning sangat digandrungi di dunia pendidikan belakangan ini dan menjadi metode pembelajaran di SagaLifeschool.  Semoga dengan perbanyaknya proses kreatif di kelas-kelas kita, hadir manusia-manusia kreatif yang menghadirkan solusi yang tepat bagi masalah-masalah kehidupan di masa depan.

Thursday, December 3, 2020

Independen, dependen, dan interdependen

 Manusia sebagai makhluk sosial saling membutuhkan (interdependen) satu dengan yang lain. Tingkat ketergantungan sebenarnya mulai berkurang seiring dewasanya usia. Pemahaman mengenai ketergantungan ini sebenarnya sangat erat dengan pemenuhan hak yang jika tidak ditunaikan pada masa yang sesuai, maka akan mengakibatkan “terhutang”. Maka tidak aneh jika pada akhirnya masih ada orang dewasa yang susah diajak serius dan senang bermain karena ketika kecil digegas untuk “cepat besar”, diminta untuk mengerjakan segala sesuatu sendiri ketika ia seharusnya masih tergantung dengan orang yang lebih tua. Inilah sebab, di TK Saga Lifeschool kegiatan belajar siswa masih difokuskan pada pemenuhan hak untuk bahagia. Bermain dan ketergantungan dengan guru dan orang tua terfasilitasi dengan baik.

Dependen pada anak atau ketergantungan dengan orang lain pada anak di bawah usia tujuh sangat baik dilakukan sebagai bentuk perlekatan dan modeling. Anak akan memiliki contoh mengenai bagaimana cara mengasuh, melindungi, melayani yang dilakukan orang dewasa padanya. Saat dewasa, mereka akan terbiasa mencitai seperti halnya dicintai ketika kecil. Orang-orang dewasa yang tercukupkan ketergantungannya saat kecil akan tumbuh menjadi manusia yang independen, manusia yang mandiri karena melihat sosok dewasa yang mengayominya. Secara naluri mereka akan mencontoh dan berlatih untuk dapat memenuhi kebutuhannya tanpa tergantung orang lain. Hal ini hanya diperoleh ketika “jatah ketergantungan” ini terpenuhi selama usia di bawah tujuh tahun. Tentu saja setelahnya, mereka diharapkan dapat mulai masa pengurusan diri sendiri dengan gembira.

Pengasuhan kadangkala seperti bermain layang-layang. Kadang diulur, kadang ditarik. Kadang latihan kedisiplinan untuk anak  dilonggarkan, lain waktu ditegaskan. Ya. Mendekati usia tujuh, orang dewasa (guru dan orang tua) sebaiknya mulai mengajarkan anak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri. Di SD Saga Lifeschool, siswa akan dilatih kemandirian dimulai dari hal yang sangat sederhana seperti mengambil minum sendiri, buang sampah di tempatnya sampai membereskan mainan. Dependensi menjadi masa yang sangat membahagiakan karena anak menjelma menyambut masa akil baligh dengan penuh kesadaran.

Bagaimana dengan orang dewasa yang ketergantungan dengan orang lain-nya masih sangat besar? Bagaimana dengan anak-anak yang maunya melakukan apa-apa sendiri? Harap diingat, semua orang dewasa yang menggantungkan kebahagiaannya dengan kebahagiaan komunal, maka ia akan mengalami banyak kendala dalam hidupnya. Ia harus mendidik dirinya untuk berani tidak tergantung dengan orang lain. Sedangkan, anak yang menginginkan melakukan segalanya sendiri bukan menunjukan bahwa ia sudah siap untuk independen melainkan penunjukan ego.

Menyikapi Perubahan

Seperti yang kita sadari, ada beberapa hal yang membuat kita tidak nyaman, satu di antaranya adalah perubahan. Kondisi yang berubah menyisakan konsekuensi yang kadang tidak dapat kita prediksi. Bagi yang memiliki ketakutan berlebih, perubahan ini menjadi berkali lipat tidak nyaman. Alarm bahaya seolah menyala berkali lipat intensitasnya. Maka sebisa mungkin ia bertahan untuk tidak melakukan perubahan signifikan agar area nyamannya tetap terjaga. Walau tentu saja, tak ada yang menjamin sekali pun mereka berdiam di area nyaman, bahaya tidak akan mengintai. Yang bisa kita lakukan sebagai pendidik untuk menyiapkan anak lebih berani menghadapi perubahan adalah libatkan mereka dengan banyak aktifitas seperti yang dilakukan di Saga LIfeschool. Secara alami pun anak-anak akan lebih siap dengan berbagai kemungkinan. Mengalami banyak hal sebagai referensi sikap yang paling tepat dengan berbagai ketidakpastian, menghadapi perubahan.

Mengapa anak-anak harus kita siapkan untuk berani menghadapi perubahan? Jawabannya adalah, hanya ada satu hal yang tidak berubah dalam hidup, yaitu perubahan itu sendiri. Ya. Perubahan adalah hal yang pasti dalam hidup. Selera, hobi, kecendrungan, pilihan sikap mungkin menjadi bagian dari karakter individu. Tapi, masih sangat mungkin ada sedikit perubahan, baik yang disengaja atau alami terjadi. Seseorang bisa saja menjadi benci balapan motor karena pernah mengalami trauma kecelakaan. Tapi, jauh di balik itu semua, ia masih memiliki keberanian tersimpan yang suatu saat bisa kembali dibangkitkan dengan cara terntentu. Keberaniannya tertutup dengan trauma. Di sanalah letak perubahannya.

Oleh karena perubahan adalah hal yang pasti dalam hidup, marilah kita mulai meyakini bahwa seburuk apa pun sikap seorang anak, ia masih bisa berubah. Seperti apa pun kesalahan yang pernah dilakukan seorang anak, ia masih punya kesempatan memperbaikinya. Ajak anak didik kita untuk melafalkan doa seperti yang Nabi s.a.w. contohkan,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

“Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

 Insyaallah bentuk perubahan apa pun yang datang menghampiri, keteguhan imannya akan mampu menjaga mereka untuk tetap dapat merespon dengan sudut pandang yang baik. Cara yang paling baik yang diridhai Allah.

Perubahan bukan hal yang menakutkan. Allah sudah siapkan kita untuk menjadi individu yang kokoh yang mampu berdiri di zaman yang serba tidak pasti. Allah satu-satunya yang pasti ada dan menjaga. Kuncinya satu: yakin.

Bismillah. Semoga dengan diterapkannya “berangkat ke sekolah sendiri”, magang, live in, camping, jungle cooking, bahkan ngasong, anak-anak di Saga Lifeschool menjadi pribadi yang kuat.  Menjajal keberanian dengan tantangan yang terbaca atau pun tidak terduga. Siap untuk melangkah dengan program baru, dengan teman baru, dan di tempat baru. Menyimpulkan bahwa dirinya adalah persona yang sesuai untuk menjalani dunia manusia akil baligh yang bertanggung jawab di hadapan Rabbnya.

Wednesday, December 2, 2020

Membicarakan Masa Depan

Pernahkah kita menyempatkan diri berbicara tentang apa yang kita rancang untuk masa depan? Berbicara tentang kita. Ya  kita sebagai anak, sebagai pasangan, sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, atau pun kita sebagai seorang hamba. Kita sering kali menganggap berbicara mengenai masa depan seperti apa yang diinginkan seolah seperti membicarakan mimpi yang hanya sekadar mimpi. Padahal membagikan rencana dan langkah yang diambil untuk memenuhi perencanaan tersebut adalah hal yang baik.

Orang yang paling berani menceritakan tentang rencana di masa depan, adalah anak-anak. Mereka tidak takut membayangkan jadi versi terbaik dirinya. Walau tentu secara logika, mereka tidak menjabarkannya secara detil mengenai bagaimana cara menjadikan cita-cita masa depan itu dapat tercapai. Mereka memiliki keyakinan yang sedihnya mulai tergerus ketika orang dewasa di sekitarnya menertawakan atau sang anak mulai memahami realita.

Sebagai orang tua atau guru, akan lebih baik jika kita menampung semua cerita yang menggambarkan mengenai ingin jadi apa dewasa nanti. Ada yang ingin jadi superhero, ada yang ingin memiliki rumah tingkat lima, ada yang ingin jadi astronot, ada yang ingin jadi presiden. Ternyata di balik itu semua, kita bisa melihat bahwa si anak kecil mampu menangkap nilai-nilai keren yang dimiliki sosok masa depan yang ia impikan. Mereka kagum dengan super hero yang tidak merasa takut. Mereka ingin jadi presiden karena melihat presiden dapat melakukan banyak perubahan di dunia. Mereka percaya bahwa dokter bisa menghilangkan keluhan sakit dan mengembalikan kebahagiaan pasien dengan kembali sehat. Hal ini yang harus kita pegang dan yakinkan pada sang anak bahwa mereka bisa belajar jadi berani, menjaga kesehatan ,merawat si sakit, melakukan perbaikan, sejak mereka masih kecil. Menjadi “orang yang dipercaya” menjadi bekal yang paling hebat dalam meningkatkan kepercayaan diri anak menghadapi masa depan. Apalagi jika kita kaitkan dengan meyakini bahwa Allah selalu ada dan menjawab doa-doa kita. Allah pasti membimbing kita mencapai cita-cita yang diinginkan. Insyaallah sang anak akan tumbuh menjadi pribadi tangguh yang tau harus berbuat apa dan bagaimana ia merencanakan kehidupannya.

Jika bicara mengenai masa depan dan kita masih memandangnya abu-abu, tidak yakin, sedikit takut, maka bercerminlah dari kanak-kanak. Keriangannya, keyakinannya, kemampuannya melupakan sedih adalah bekal untuk menjalani kehidupan. Fitrah yang masih dijaga Allah. Insyaallah dengan kembali membersihkan diri (tazkiyatun nafs) kita akan kembali optimis berbicara mengenai masa depan. Berbicara mengenai apa yang kita harapkan dan bagaimana cara kita mencapainya. Mengenai bagaimana cara Allah membimbing dengan berbagai ujian, kita cukup yakin saja bahwa di balik ujian Allah siapkan jalan keluar terbaik. Sebutlah ujian sebagai penanda, bahwa apa yang diinginkan sebentar lagi tercapai. Balasan dari maksimalnya ikhtiar. Jadi, sudah berani bicara mengenai masa depan?

PS: Yuk teman-teman fasilitator Saga Lifeschool, kita ajak teman-teman kecil kita bicara mengenai masa depan.

Anggrek dan Harapan

Untuk saya di masa datang,”Bagaimana kabar anggrek yang dirawat selama in?” Awal tahun 2020 saya dibelikan anggrek oleh suami. Masyaallah antara kaget dan senang jadi satu. Setahu saya anggrek lumayan mahal dan sedikit rewel. Hari itu tiga anggrek datang saat maghrib. Yang membelikan belum lagi sampai rumah. Dua dendrobium Sonia dan satu anggrek bulan putih. Beberapa hari saya rawat anggrek ini baik-baik saja. Naiklah sang anggrek ke status WhatsApp. Mashaallah banyak yang suka. Dua dari tiga anggrek berpindah kepemilikan. Alhamdulillah suami tersayang tidak mempermasalahkan. Uang yang didapat buat beli anggrek jenis lain dan saya jual lagi. Tidak berlangsung lama jual anggrek, saya berhenti. Ingin merasakan nikmatnya merawat anggrek. Ada rasa sedih setelah menjual anggrek yang sudah sempat dirawat. Ada rasa khawatir ketika anggrek yang kita rawat diadopsi oleh orang lain. Subhanallah ujian juga. Hehehe.

Kesukaan saya pada anggrek tidak sampai berlebihan, tapi Alhamdulillah cukup konsisten untuk saya yang kadar konsistennya rendah sekali. Ini tanda-tanda cinta sepertinya. Kecintaan ini yang  membuat saya berani mengajukan agar sekolah alam jingga yang sekarang menjadi Saga Lifeschool membuat sebuah kebun kecil khusus anggrek. Masyaallah permintaan saya disetujui. Bukan karena saya terlihat berhasil merawat anggrek, tapi karena sudah banyak yang jatuh cinta pada anggrek di Saga Lifeschool. Semakin asik ngobrolin anggrek dangan teman-teman di sini.

Untuk diketahui, anggrek adalah jenis tanaman hias yang lambat pertumbuhannya. Jadi ketika kita beli anggrek yang sudah berbunga, ketahuilah, usia mereka hingga bisa berbunga itu di atas dua tahun. Rata-rata yang plantnya kelihatan kokoh dan sudah pengalaman berbunga adalah di usia tiga sampai empat tahun. Oleh karena itu saya menghargai setiap tunas yang muncul, setiap daun yang tumbuh, setiap bunga yang mekar.

Apakah anggrek rewel? Kalau disebut rewel sebenarnya tidak. Memastikan anggrek ditempatkan di lokasi yang tidak terlalu terik dan mendapatkan cukup sirkulasi udara, disiram dua kali sehari, dipupuk dua kali sepekan, maka pertumbuhannya akan optimal. Apakah anggrek mati jika tidak diberikan perlakuan seperti itu? Tidak! Anggrek adalah tanaman yang kuat. Jika pun terlihat mati, masih bisa kita regrow. Potong akar yang busuk, potong batang perdua ruas, buang daun kering atau kuning lalu disiram sehari dua kali, sepekan dua kali kembali disiram pupuk, insya Allah mereka akan kembali hidup. Tunas kecil atau yang biasa disebut keiki akan mulai muncul, begitu pun akar baru. Anggrek mengajarkan kita tentang harapan. Sebuah kata yang muncul di sela badai coban. Hehe tiba-tiba merasa begitu terikat hati ini dengan proses pertumbuhan anggrek. Mungkin karena Saga Lifeschool juga menanam cita-cita seperti anggrek ini. Hasilnya tidak bisa kita nimati segera, tapi merawatnya begitu membahagiakan. Doakan ya cita-cita Saga Lifeschool memiliki kebun anggrek di Saga Creative Park untuk pembelajaran bisa terlaksana.

Kisah untuk Diceritakan

Seorang guru selalu punya kisah untuk diceritakan. Pendengar terbaik kisahnya adalah pemilik hati yang bening dan mencintai para guru apa adanya. Mereka yang merangkul sebelum meminta. Mereka yang senyumnya menularkan kebahagiaan sepanjang hari. Mereka yang bahkan bukan darah daging sendiri, tapi begitu terpaut. Rapat. Dalam. Berbahagialah para guru dengan muridnya di kelas-kelas yang berubah wujud menjadi dunia mereka sendiri. Berbahagialah para guru di Saga Lifeschool, tempat saya beraktifitas, juga para guru di seluruh penjuru dunia atas kecintaan yang tulus dari hati setiap anak.

Ketika seorang guru bercerita mengenai perjalanannya ke sebuah tempat melalui jalur darat, maka imajinasi seorang anak bisa muncul sebegitu detil. Apa yang dikenakan sang guru, bawa apa saja, melihat apa saja selama di perjalanan, duduk di sebelah siapa, berhenti di mana, dan lain sebagainya. Sebagian anak lain sebelum sempat membayangkannya sudah terlebih dulu menanyakan semua pertanyaan itu. Berbondong-bondong membuat cerita yang baru saja dimulai melebar kemana-mana bahkan lebih seru dari perjalanan sang guru sebenarnya. Setidaknya, inilah yang saya perhatikan di Saga Lifeschool.

Memilih cerita dari kisah yang kita ketahui butuh ketelitian. Walau dalam proses penyampaiannya terlihat sederhana, namun tiap anak akan menangkap pesan di balik itu melalui sudut pandang yang terbangun secara pribadi. Sudut pandang yang dipengaruhi oleh pengalamannya, oleh pola asuh yang ia terima selama ini. Maka, perlu bagi tiap guru yang bercerita memilah cerita yang memiliki hikmah di baliknya. Ijinkan setiap anak untuk memberi pendapat dan bertanya. Masyaallah indah sekali. Tidak perlu waktu lama, tiga puluh menit akan menjadi waktu yang ditunggu-tunggu setiap anak untuk mendengarkan cerita sang guru. Tiga puluh menit itu akan menjadi masa yang mempengaruhi karakternya.

Menceritakan kisah yang sederhana ternyata tidak sederhana efeknya. Oleh karena itu, dibutuhkan kebahagiaan ketika melakukannya sehingga kegiatan bercerita menjadi menyenangkan. Menjadi jalan untuk saling mengkoneksi kebahagiaan. Selamat menceritakan kisah dan mengabadikannya dalam proses berbagi cerita bersama para bintang kecil di sekolah.

Tuesday, December 1, 2020

Mengasah Kedua Mata Kapak

Banyak melakukan kegiatan dengan banyak variasi menuntun kita untuk mengetahui prosentase enjoy, easy, excellent, dan earn atau yang biasa disebut 4E dari kegiatan-kegiatan tersebut. Memang sejak dini sebaiknya setiap anak melakukan banyak kegiatan agar mereka dapat menyatakan 4E (gue banget) paling dominan di jenis kegiatan seperti apa. Kemudian, muncul pertanyaan, apakah kegiatan yang tidak gue banget tidak perlu dikuasai? Misalnya memasak, berjualan, merawat orang sakit adalah kegiatan yang tidak disukai (tidak enjoy), tidak dikuasai (tidak excellent), maka tidak perlu dilatihkan? Sebaiknya beberapa hal tetap dilatihkan jika terkait dengan lifeskill ketika keterampilan tersebut menunjang kebutuhan untuk bertahan hidup. Oleh sebab itu, Saga Lifeschool  melibatkan siswa dalam melakukan banyak kegiatan.

Suka atau tidak suka, setiap orang harus bisa memasak untuk memenuhi hajat hidupnya yang vital, yaitu makan. Terlepas dari di luaran sana sangat mudah bagi kita untuk mencari makanan siap santap, memasak tetap harus dikuasai. Ibarat mengasah mata kampak, kita mengasah di keduanya tidak hanya di bagian yang tajam saja. Siswa kaan dilibatkan dengan kegiatan memasak dimulai dari belanja bahan makanan, menyiapkan bahan masakan, menyiapkan bahan penunjang dan bumbu, menyalakan kompor hingga proses masak dilakukan sampai makanan siap dinikmati adalah rangkaian yang harus dikuasi tiap orang dan dilatihkan sejak kecil. Kita tidak tahu sampai kapan bisa membantu mereka memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan Saga Lifeschool juga sekolah lainnya  melatihkan keterampilan dasar seperti ini insyaallah tiap anak akan tumbuh menjadi manusia mandiri yang keberlangsungan hidupnya tidak bergantung pada orang lain.

Untuk anak-anak yang ternyata menemukan 4Enya di kegiatan memasak, mereka akan dengan sendirinya melibatkan diri dengan dunia memasak. Ia akan mencoba banyak masakan, mencari dan mencoba berbagai resep, menawarkan orang untuk mencoba masakannya, sehingga pada akhirnya produk masakannya memperoleh penghargaan tertentu baik secara emosional maupun finansial. Penajaman ini baru akan dilakukan pada akhir level SMP dan awal SMA di Saga Lifeschool. Level SD sampai awal SMP siswa akan dilibatkan dengan banyak kegiatan dan petualangan. Mereka akan “pernah” dan “sering” melakukan “banyak hal”. Terkadang mereka membutuhkan usaha agak lebih dibandingkan kawannya yang lain ketika melakukan kegiatan baru. Di lain waktu dan lain kegiatan mereka berbinar dan tampak tidak lelah.  Tidak mengapa, setiap fasilitator yang baik akan mendampingi sepenuh hati sampai mereka dapat menyimpulkan pembelajaran apa yang diperoleh selama berkegiatan.

Pernah

Pernah adalah kata yang cocok untuk mengalami. Tapi sayangnya seringkali pengalaman hanya menjadi memori. Kita tidak terlatih untuk mengambil pelajaran dari apa yang pernah menjadi bagian dari waktu kita. Pernah mengalami kegagalan, melakukan kesalah, kembali di jalan yang salah karena tertipu, mengalami kerugian, kecewa dengan harapan yang disematkan, dan lain-lain. Contohnya kok pahit semua? Ya kadang-kadang pengalaman menyedihkan adalah pelajaran yang paling ampuh bagi seseorang. Jadi momen terbaik untuk intropeksi dan mengambil pelajaran. Tahap ini adalah waktu yang sangat baik dari semua pengalaman. Setelah mencatat beberapa hal untuk jadi peringatan bagi diri sendiri, biasanya sih jadi lebih hati-hati. Kita jadi lebih perhitungan, lebih matang merencanakan, dan sebagainya.

Kemampuan mengambil hikmah dari setiap kejadian bukan muncul begitu saja. Harus dilatih. Beberapa tools dapat kita gunakan untuk mengikat pengalaman atau pun segala hal yang berbau “pernah”. Bukan hanya pengalaman menyedihkan saja, semua hal yang dialami jika diberikan ruang untuk dicari hikmah atasnya maka akan menjadi pelajaran yang sangat baik bagi pendewasaan tiap individu.

Secara umum keterampilan berpikir untuk menilai pembelajaran diri sendiri (dari pengalaman dll) disebut self assessment. Lebih sistematik jika kita menggunakan keterampilan berpikir yang disebut Higher Order Thinking Skills. Masih dalam area Design Thinking yang agak terkenal di kalangan pendidik jaman sekarang, Higher Order Thinking Skills ini sangat sesuai dilatih sejak usia dini. Biasanya setelah mengalami, kita akan menyadari bahwa dalam melakukan beberapa aktivitas tersebut kita mengetahui beberapa hal baru (remembering) dan kemudian memahami apa yang menyebabkan atau apa yang mempengaruhi hal-hal tersebut terjadi (understand). Suatu saat pengetahuan tersebut akan memimpin kita untuk menjadi acuan dalam melakukan atau membuat sesuatu sebagai produk pemecahan masalah maupun penjabaran ide (apply). Dilanjutkan dengan analisa lalu mengevaluasi. Menyadari pentingnya mengikat pengalaman, Saga Lifeschool menyertakan para fasilitatornya untuk terbiasa dipraktikan di kelas.

Tahapan belajar dengan keterampilan berpikir  diterapkan di SagaLifeschool sejak sekolah dasar. Siswa  sudah dibiasakan untuk menerapkan keterampilan berpikir ini. Tentu sebelumnya, mereka dilibatkan dengan berbagai pengalaman. Bentuk respon siswa diarahkan dengan menggunakan Higher Order Thinking Skills dari yang paling sederhana hingga mereka terbiasa untuk mencari tahu dan menjadikan pengalaman sebagai proses belajar yang pada akhirnya membentuk karakter.

Ilustrasi pengalaman yang diubah menjadi pembelajaran secara alami insyaallah saya tampilkan di post selanjutnya. Saya kumpulkan dulu dari para fasilitator keren di SagaLifeschool. Stay tune!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...