Monday, August 17, 2015

Kalau Pesantren adalah Pilihanmu

Lila dan Lili
Nak, kalau kelak pesantren adalah pilihanmu
Aku akan pegang erat tanganmu dan menatap dalam
hingga ke jantungmu,
Sungguh kuingin tahu
apakah keberadaanku tak begitu menyenangkan
hingga kau putuskan untuk meninggalkanku?

Sungguh Nak,
aku tak ingin kau pergi jauh
di luar pandangan dan pengawasanku
melewatkan masa persiapan akil baligh dengan dunia yang tak tahu
harus bagaimana mereka memerlakukanmu
apakah mereka selalu sedia mendengarmu
apakah mereka siap menangkapmu ketika masa itu datang 
dan kau seolah ingin terjun bebas
apakah mereka akan terbang di sisimu, 
ketika terasa sayapmu gatal minta dibukakan jahitannya?

Sungguh, nak
masih kewajibanku untuk mendidikmu ilmu agama
kalau pun aku tak mampu,
aku akan mendampingimu menjalani pemahaman keilmuan itu hari demi harinya
karena aku tak akan tahu...
apa yang aku jawab jika Tuhan kita bertanya,
apakah yang sudah kulakukan untuk membangun kepribadianmu sebagai muslim?
karena aku tak bisa dan tak pandai berdusta di hadapan-Nya
aku akan malu ketika masa-masa itu memaparkan pada-Nya,
bahwa engkau diasuh di luar pengawasanku

Masa persiapan akil balighmu ada di tanganku dan ayahmu
Biarkan kami belajar menjadi orang tua yang baik
dan kau belajar menjadi anak shaleh dan shalehah ya Nak...

Kelak ketika kau sudah bisa menemukan "jati diri" mu
Saat kau sudah lebih bijaksana,
kau bisa membedakan baik dan buruk,
kau lantang menyatakan prinsip yang kau pegang,
kau tahu dari arah mana penghidupan itu akan kau gali,
dan kau tetap ingin bersekolah di pesantren...
pergilah
namun mataku masih di punggungmu
dan genggamku di tanganmu
suaraku di langit-langit ingatanmu
dan tak akan pernah kukatakan selamat tinggal,
aku tetap mereka yang dikaruniakan tanggung jawab
sebagai orang tua
ya, aku dan ayahmu....
orang tua mu

Manajemen Masjid dan Para Penghapal Al Quran

Sumber gambar: www.ydsf.org
Masjid berasal dari kata sajada bermakna tempat sujud/sholat. Masjid bukan milik pribadi, tapi milik bersama yang harus diurus secara bersama-sama dengan kerjasama yang baik.

Secara ideal, definisi masjid seperti yang disampaikan di atas itu. Menjadi tempat shalat dan dikelola bersama-sama. Namun, saat ini  banyak kita temukan masjid-masjid yang dibangun untuk prestise dan menjadi milik pribadi. Masjid dikunci dan digunakan untuk sebagian kepentingan dari sebagian kelompok. Bahkan, ada masjid yang dibangun dengan misi terpendam, yaitu menghadirkan kegelisahan, ketakutan, keterancaman. Bahkan ada yang memang ditujukan untuk memecah belah ummat. Sayang sekali, masjid jenis ini dinamakan oleh Rasulullah sebagai Masjid Dhirar yang keberadaannya harus dihancurkan. Namun, fokus tulisan saya kali ini adalah untuk menyampaikan kembali fungsi masjid seharusnya.

Masjid dalam banyak literatur difungsikan Rasulullah sebagai tempat:

a) berkonsultasi dan berkomunikasi tentang keislaman dan kehidupan sehari-hari
b) berdakwah atau syiar agama Islam
c) mentranformasi ilmu pengetahuan atau tempat pendidikan
d) berkontak sosial
e) latihan militer
f) perdamaian dan musyawarah
g) pusat penerangan, peradaban dan kebudayaan Islam
h) tempat pengobatan
g) lain-lain.

Menelusuri kembali kejayaan Islam, ada baiknya kita kembali menghidupkan dan memfungsikan masjid sebagai mana Rasulullah mencontohkan. Ini juga yang menjadi kunci kebangkitan umat. Siapa yang akan menjalankan? Tentu bukan Remaja Masjid yang dari penamaannya saja sudah kurang tepat. Sedikit informasi, di dalam Islam, pembagian usia secara umum adalah pra akil baligh dan akil baligh (akil terkait kemampuan mentalnya untuk mengemban tanggung jawab pribadi juga sosial dan baligh adalah masa pubertas). Posisi manajer untuk pengelolaan masjid sebaiknya ada di tangan Para Penghapal Al Quran.

Para Hafidz ini ditempa di pesantren atau lembaga penghapa Al Quran. Mereka selayaknya juga diajarkan metode manajerial masjid. Mengapa? Jawabannya, karena merekalah manusia penjaga kalimat Allah. Mereka menghapal Quran (dan sebaiknya) juga mengimplementasikan hapalannya akan tata aturan Ilahiah itu dalam kehidupan. Tata kehidupan yang real ada di masyarakat dan pusat kehidupan masyarakat muslim (seharusnya) adalah masjid.

Berikut ini materi manajemen yang perlu diajarkan di pesantren-pesantren penghapal Al Quran:
a. Manajemen Bangunan
b. Manajemen Kepengurusan
c. Manajemen Kepemimpinan
d. Manajemen Kesekretariatan
e. Manajemen Keuangan
f. Manajemen Dana dan Usaha
g. Manajemen Pembinaan Jama’ah
h. Manajemen Kesejahteraan Umat
i. Manajemen Pembinaan Pemuda

Semoga tulisan ini menginspirasi kita untuk berbuat lebih banyak lagi. Aamiin. Point-point yang saya sebutkan di atas akan dibahas pada tulisan selanjutnya inshaAllah.

Referensi: https://www.academia.edu/9850276/Manajemen_Masjid

Tiga Hal Mendasar dalam Menyelenggarakan Pendidikan

Sebuah ceramah di YouTube menyentakku. Judulnya The Secret of  Knowledge. Kurang lebih isi ceramah singkat ini yang berdurasi 03:26 menit ini mengingatkan bahwa tujuan manusia menjadi berpengetahuan adalah "Taqwa". Kadar "berpengetahuan" seseorang terlihat dalam tindakan dan sikapnya. Pilihan sikap dan tindakan yang diambil kemudian menjadi refleksi kedalaman pengetahuan (ilmu)-nya.

Sumber: https://www.facebook.com/SAJinggaBekasiUtara 
Lantas, apakah lembaga pendidikan yang telah memberikan porsi pengetahuan agama telah sukses menjadikan seorang anak menjadi insan yang bertakwa seperti banyaknya spanduk-spanduk sekolah yang mencantumkan hal ini sebagai visi misi? Apakah saat ini generasi yang dititipkan di lembaga tersebut mencerminkan limpahan materi pelajaran yang diberikan selama bertahun-tahun? Terlihat berbahagiakah mereka dengan tahun-tahun yang mereka lalui selama menimba ilmu di sekolah? Tidak. Sungguh tidak. Sepupu dan beberapa ponakan yang dititipkan di pesantren jika pulang ke rumah membuat hati keluarga gundah gulana. Shalat kesiangan, senangnya main hape dan tidur sepanjang hari di kamar, cuek dengan kebersihan sekitar, dan memilih menggunakan pakaian "gaul" yang jauh dari kebiasaan harian selama di pesantren. Entah di mana letak errornya. Bab ini akan dibahas oleh orang yang pandai menganalisa. Saya tak begitu lihai soal ini. Tapi sebagai individu merdeka saya ingin berpendapat di sini. Jadi, tulisan ini bersifat subjektif walau saya akan menampilkan beberapa data yang membuat kesimpulan subjektif itu muncul.

Digested, processed, personalised. Itulah 3 kata kunci sebuah lembaga pendidikan sebaiknya. Instalasi pengetahuan menuju takwa idealnya meliputi Penggalian, Pemrosesan, dan Pembentukan Pribadi.

Penggalian. Benar dan salah memang doktrin. Namun, untuk mengetahui itu semua siswa diharapkan menggali informasi secara mendalam dan detil hingga mereka mendapatkan manuskrip Al Haq sebagai bagian dari perjalanannya sebagai pembelajar.

Pemrosesan. Ada kalanya doktrin berbenturan dengan logika manusia yang berkembang seiring kemajuan zaman. Siswa sebaiknya masuk dalam sebuah tahap transformasi secara normal, bukan hanya normatif. Mereka melibatkan diri dalam area penerimaan informasi yang dikemudian hari akan menjadi prinsip hidup.  Tentu saja tahapan ini tak mudah. Bukankanh menjadi "berbeda" adalah hal yang tak nyaman bagi kebanyakan orang? Terlebih pada fase remaja, manakala ia butuh eksistensi dan pengakuan dari kelompok sebaya (peer group) juga lingkungan.

Pembentukan Pribadi. Seperti yang dikatakan Abdullah Ibn Mas'ud yang dikutip oleh ceramah yang saya sebut di atas, bahwa "Real knowledge is what reflects in your action". Butuh waktu yang tak sebentar untuk membiasakan hal-hal baik dalam diri manusia. paling cepat 3 bulan dan sebagian lain membutuhkan waktu 1 tahun. Kebiasaan baik bermula dari pengetahuan yang bertransformasi menjadi prinsip hidup. Inilah raport yang tak bisa direkayasa. Raport hidup dari sebuah lembaga pendidikan terlihat dalam kepribadian anak didik.

Jadi, apakah 3 proses itu sudah dijalankan oleh kebanyakan lembaga pendidikan di negara yang kita cintai ini? kalau belum, kita mulai yuk untuk menerapkannya. Bersama-sama menjadi lebih mudah.

Jika Anda adalah orang tua, maka yang harus diingat bahwa tanggung jawab pendidikan terbesar berada di tangan Anda bukan di pundak lembaga pendidikan. Namun, memilih lembaga pendidikan yang tepat adalah hal yang penting untuk dilakukan.

Jika Anda adalah pendidik, maka yang harus diingat adalah target pendidikan bukan menjadikan anak "pandai" namun berakhlak. Tahapan ini pun tak bisa dibilang mudah. maka, bekerjasamalah dengan orang tua untuk memantau dan membimbing mereka.

Saturday, August 15, 2015

Apa Yang Sudah Diberikan para Traveler?

Sumber: beforeyoubackpack.com
Meng-google tulisan tentang backpacking atau traveling sangat mudah. Menyusun rencana perjalanan melalui data atau sekadar ikut menikmati tulisan yang disebar di dunia maya itu lumayan menantang adrenalin dan menyisakan pertanyaan, "Kapan ya bisa ke sana? Apa ya rasanya tinggal di sana? Makanan itu terlihat enak... Halal ngga ya? Berapa lama saya nabung untuk bisa ke sana?" Pertanyaan demi pertanyaan muncul mendesak diri untuk "minimal" bertekad kuat bisa mengembara ke tempat-tempat itu. Ya minimal, lah...maksimalnya bisa punya property di sana. Hihihi...

Jujur aja nih...JET juga belajar banyak dari para blogger yang traveler. Alhamdulillah bekalnya sudah banyak nih. Stay tune ya. JEt siap-siap berbagi informasi untuk teman-teman semua.


Anyway... orang Indonesia sekarang gemar bepergian ke luar negri lho. Ini dia terkaan kami mengenai sebabnya:

harga tiket penerbangan internasional (utamanya negara tetangga) lebih murah dari pada traveling ke luar negri.
Terima kasih pada AirAsia untuk penerbangan lowcost nya ;)

Tapi... tidak semua orang suka dan mendukung hobby orang Indonesia ke luar negri. Yang tidak suka sebagian berpikir bahwa kita menyumbang devisa ke pada negara tetangga. Suara yang bernada benci  ini seolah melabeli para traveler sebagai pengkhianat bangsa, tidak nasionalis, dsb.


Apakah benar, bahwa mereka yang traveling ke luar negri itu merusak tata perekonomian dan tidak cinta tanah air? Apakah yang membenci itu sudah memberikan yang terbaik bagi masa depan bangsa?


Lihatlah. Para  traveler membuat tulisan yang berbobot berisi review lokasi, kuliner, budaya, itinerary, jalur perjalanan, tips ini dan itu, sehingga para pembaca bisa seolah mengikuti perjalanannya. Mereka akan mempertimbangkan dengan matang berdasarkan data yang diperoleh mengenai tempat menginap hingga budget yang dipersiapkan. Para traveler membantu para pembaca blognya mencoba menemukan dunia baru.


Apakah sudah cukup? Apakah cukup mengupload kegembiraan dan ketakjubannya yang luar biasa di media sosial?  Tidak! Para traveler sebaiknya mereview apa-apa yang bisa diterapkan di sini, di Indonesia. Menjadi bagian dari solusi. Kita melihat negara lain begitu teratur, bersih, dan tertata apik. Lalu apa yang bisa kita lakukan, mulai lah menginspirasi. Lakukan perubahan dengan menjadi bagian dari solusi. Dimulai dari diri sendiri, semoga perjalanan yang mereka lakukan menjadikan para traveler ini pribadi yang lebih baik seperti yang di postLiburMulu.Com



1. Orang yang suka traveling akan sering menemui sebuah perbedaan, entah Suku maupun Agama. Sehingga membuatnya menjadi sosok yang begitu menghargai perbedaan
2. Traveling dapat menjadikan kalian pribadi yang mandiri dan tidak mudah bergantung pada siapapun
3. Kegiatan traveling harus dilaksanakan secara disiplin, sehingga dapat melatihmu menjadi orang yang tepat waktu
4. Sosok yang suka traveling tentu tidak akan banyak mengeluh, sehingga kalian dapat hidup dengan santai dan tanpa tekanan
5. kalian yang sering traveling tidak akan gentar menghadapi tantangan, meskipun harus keluar dari zona nyaman demi mencapai sebuah mimpi
6. Karena di perjalanan akan menemui orang-orang baru, traveling dapat menempamu jadi pribadi yang ramah dan tidak kaku
7. Traveling juga dapat menjadikanmu pribadi yang solutif, tidak akan mudah panik ketika menghadapi masalah yang tak diprediksi

dilayarkan juga di http://jinggaedutrip.blogspot.com/2015/08/apa-yang-sudah-diberikan-para-traveler.html

Yuk Ngetrip (Borderless dan Warga Dunia)

Share kali ini terinspirasi dari tulisan Pak Rhenald Kasali diKompas.Com. Kita merasakan keprihatinan yang sama dengan beliau. Saat ini dunia sudah tak lagi berpembatas alias borderless. Berpindah dari satu negara ke negara yang lain menjadi begitu mudah. Tinggal bagaimana kita memaknai dan membangun kehidupan sebagai bangsa yang beradab.

Tak ada yang bisa membendung arus perpindahan itu karena perjalanan adalah fitrah kemanusiaan yang dilakukan semenjak lautan masih menjadi misteri bahkan sejak Nabi Adam dan Hawa diturunkan ke dunia sebagai manusia pertama. Mereka berjalan hingga saling menemukan satu dengan lain dan melanjutkan "membangun dunia sesuai fitrah kemanusiaan".


Lihatlah Digital Nomad satu di antara banyak jenis  manusia yang tak hendak dikekang oleh ruang, mereka berkreasi dan menginspirasi atau traveler yang bloger dan food reviewer yang memiliki prinsip tentang prioritas yang mungkin saja berbeda dengan kebanyakan orang. Silakan tonton yang berikut ini ya:




Bukankah kita adalah warga dunia yang mempunyai kesempatan besar untuk membangun negara yang kita tinggali dengan kebijaksanaan yang kita pelajari dari semesta? Kita lah khalifah fil ardh, maka belajar haruslah all around the world ;)


Yuk, kita memaknai perjalanan dan buatlah perubahan dalam kehidupan sebagai implikasi perjalananmu yang tak murah dan tak mahal itu ^_^ 


repost dari http://jinggaedutrip.blogspot.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...