Saturday, February 28, 2015

Project Selanjutnya Adalah

Project yang akan kami launching pada Maret dan April ini adalah:
1. TK Alam Jingga
2. Club de Jingga
3. Jingga Clothing
4. 100 Cahaya di Langit Jingga, Sebuah antologi tulisan.
Yeyyy Logo Little Orange Sudah Jadi
Lengkapnya menyusul ya. :p nyusul terus. Maaf ya pemirsahhh...mata eike sudah berattt

Balcony Garden

Saya heran. Di grup-grup petani urban di facebook itu yang aktif adalah orang-orang bule yang negara-negara mereka tentu dinilai sebagai kiblatnya kemajuan atau modernisme. Otomatis owner group atau pagenya juga orang bule. Tak satu pun klub yang apdet dan interaktif dalam menyampaikan "eiger"nya go green, grown your own food, atau organic vegetables and fruits itu dari non bule. Padahal, negara mereka ngga supportif untuk menjadi petani sepanjang musim tetapi hal ini tak menjadi penghalang. Musim yang lebih dari dua itu membuat mereka lebih kreatif lagi. Mereka menyemai dan membesarkan sayuran dalam rumah, menabung benih, menampung air hjan, dan membuat kopos melalui cara sederhana namun pergerakan ini menularkan komunitas warga yang lain untuk juga melakukan pergerakan ini.

Lantas, masalahnya di mana? Mengapa mereka terlihat begitu antusias berkebun bahkan di lokasi yang zero area for gardening saja mereka masih bisa gardening. Saya kebetulan tak pandai membuat analisa dalam waktu singkat. Lagipula apakah jawaban terhadap mengapa itu berguna? Bagi saya tidak. Sungguh tak berguna dan kontra produktif. Jika pun dipaksa untuk menjawab, menurut saya jawabann yang paling logis adalah "mengapa tidak".

Iklim negara kita lebih kondusif untuk berkebun dan berbagai jenis benih bisa kita dapatkan dengan mudah mengingat Indonesia dalah negara terbesar kedua setelah Brasil yang memiliki keanekaragaman hayati terbanyak di dunia. Jika mereka yang iklimnya lebih dari 2 dan lokasi tinggalnya sudah lebih rapat dari Indonesia maka kita semakin tak memiliki alasan.

Jadi, mulailah untuk bertanam. Ambilah langkah sederhana dari proses bertanam itu. Minimal, taruhlah segenggam tanah dalam gelas pelastik dan taruhlah sebutir benih di atasnya. Besarkan, dan dapatkan nilai yang belum pernah kita peroleh sekali pun menyimpulkan dari buku yang kita baca.

Hm...soal ini saya tak hanya menulis saja. Alhamdulillah Balcony Garden saya sudah hampir bisa dinikmati. Khususnya tanaman sayur kangkung. Persiapannya bisa baca di tulisan saya beberapa waktu lalu.

Yuk intip gambarnya di sini:

Di Balkon Kita Juga Bisa Berkebun
Seru, kan? ;)
So, sahabatku yang baik. Kita akan mulai bertani dengan langkah yang sederhana itu ya. Bukankah dalam darah kita mengalir jejak nenek moyang yang menanam makanan untuk anak-anaknya dan menjaga keseimbangan alam dengan menghadirkan produsen oksigen di halaman rumah kita? Jadi, bukanlah hal aneh bagi kita untuk bertani, bukan pula niatnya dikarenakan ingin disebut mendukung  modernitas dengan embel-embel go green yang dicari... tapi living in harmony adalah bagian dari tugas kemanusian. Mari mulai dari hal termudah, hijaukan balkon Anda!

Jangan Biarkan Kertasmu Kosong

Beberapa hari lalu saya menikmati keisengan dengan membuat Doodle. Awalnya, saya membaca postingan di sebuah blog yang linknya diposting di facebook saja dari Si Mbah . Beliau adalah salah satu member KEB. nanti jika saya sudah dapat linknya saya share di sini ya link beliau. Maaf Mak, gara-gara malas nulis akhirnya linknya juga lupa direcord. Nah, sekarang saya lagi ngedit tulisan dan posting gambar (02/03/15). Ketemu deh linknya Mak Noorma. Diklik ya...

Anyhow, saya utak atik dan asik mengerjakan doodle ini. Inspirasi selanjutnya saya dapat tentu saya dapat dari Si Mbah Google. dengan bekal kepedean saya, dan memang sedang butuh media katarsis...jadilah doodle saya yang pertama... hingga karya ketiga. Selanjutnya? Sebelum sampai karya ketiga kerjaan saya ngulik itu menarik hati Bu Herlin dan Bu Ria di sesi yang berbeda. Saya pun corat coret membuat pola. Seru? Banget. Ini hasil keseruan yang saya buat:

Karya ketiga yang lumayanlah :p #menghibur diri

Google ini ternyata sanggup melontarkan Bu Danis, Bu Putri, Bu Herlin, dan Bu Okta yang memiliki bakat seni ini ke dunia yang mereka rindukan: Berkespresi melalui Gambar dan Warna.

Karya Bu Okta. Black and white.
Karya Bu Putri Ancient Egiypt ;)
Karya Bu Danis Kolam Ikan.
Sebenarnya, yang distimulus banyak orang. Bahkan semua guru saya stimulus. Saya beri gambar serupa kumuplan kurva dan semua guru menghasilkan karya yang berbeda satu dengan yang lain. Namun, 4 guru ini seperti terbelalak melihat betapa imajinasi yang dihadirkan lewat pola doodle ini mengulik bakat yang telah lama tak diberi ruang itu. Gambarnya menyusul ya...

Melihat gelagat baik ini, saya melancarkan rencana lama yang juga telah lama terpendam yaitu penyelenggaraan "unit usaha" di jingga. Usaha? Kenapa usaha? Ya Jingga sebagai lembaga pendidikan tak selayaknya menjalankan unit usaha karena dikhawatirkan idealisme kependidikannya akan terkotori perhitungan matrealistik. Engga banget lah pokoknya. Namun, kami memerlukan lembaga khusus untuk berkreasi dan juga menghasilkan. Ya! Dapat kata kuncinya. Kata-kata itu adalah ilham dari pelatihan Talents Mapping yang diselenggarakan Abah Rama. Kata kunci itu adalah 4 E: Enjoy, Easy, Excelent, dan Earn.

Karakter Mang Rauf buatan Pak Iskandar
Kembali soal doodle, terlihat Bu Danis begitu enjoy menyulap pola doodle yang kuberi menjadi barang seni yang luar biasa. Saya pikir kalau dia Enjoy, mengerjakannya dengan Easy dan hasilnya Excelent mengapa tidak kita bantu untuk menggapai Earnnya? Ya...akhirnya dari doodle ini ide membuat Jingga Clothing pun jadi. Akhirnya muncullah ide untuk menjadikan aktifitas yang dikuasai oleh para guru ini sebagai media aktualisasi diri , sekaligus memfasilitasi anak-anak memeroleh pengalaman belajar yang sangat menyenangkan dan dengan nominal yang sangat wajar. Tentu saja abilitas mereka mereka sebagai pengampu akan dihargai dengan profesional. Efek positif bagi pembangunan konsep dirinya. Kami akan melaunching klub ini bersama beberapa klub lain di akhir Maret 2015.

Penasaran klub apa saja? Tunggu tulisan selanjutnya ya...

Wednesday, February 4, 2015

Melompat Ke masa Depan (dengan Sekolah Alam)

Project Almanak, satu-satunya film yang salah tonton. Salah karena mengajak anak-anak menonton. Banyak adegan kissing dan adegan ranjangnya. Akhirnya Ayahnya anak-anak keluar bersama dua bocilku setelah menutup mata mereka kanan dan kiri dalam waktu sekitar 15 menit. Tadinya kami berencana menonton Penjuru 5 Santri bersama tim guru kelas di Sekolah Alam Jingga. Konon film itu lumayan bagus dan ada beberapa bagiannya yang mirip secara konsep dengan penerapan di sekolah alam.

Overall saya tidak menyesal karena ada sisi-sisi yang bisa saya ambil sebagai insight. Setelah menonton, saya kumpulkan mereka dan sharing sedikit. Inti sharingnya adalah, “Kita tidak pernah mampu melompat ke masa yang lalu untuk memperbaiki hari yang akan datang. Kita juga tak akan  bisa melompat ke masa depan untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Satu hal yang dapat kita lakukan adalah menjalani berkah hidup ini sebaik mungkin. Manakala kehidupan kita jalani dengan mengeksplorasi potensi diri secara maksimal, yakinlah akan terjadi perubahan besar dalam kehidupan. Kita juga tidak akan pernah tahu jejak kebaikan yang kita buat saat ini dampaknya akan seperti apa pada diri sendiri, keluarga, atau masyarakat. Kita tidak pernah tahu akan seluas apa radius gerakan yang dilakukan secara terus menerus itu.”
Cinta yang Sederhana

Mendirikan sekolah alam memang bukan hal mudah. Sama dengan mendirikan sekolah lain pada umumnya, namun tingkat kesulitannya lebih tinggi. Model yang dikembangkan belum memiliki pola baku dan secara sistem belum mendapatkan tempat khusus di Dinas Pendidikan. Sekali pun jujur saja, menjalankan sekolah ini menjadi begitu menyenangkan. Kami tinggal mengembalikan pendidikan ini ke jalurnya: (1) bersekolah itu menyenangkan, (2) bersekolah itu sesuai dengan fitrah (3) bersekolah itu memfasilitasi bertumbuhnya insan ke misi penciptaan, yaitu menjadikan manusia sebagai Khalifah fil Ardh (pemimpin di muka bumi).

Bagi lembaga-lembaga pendidikan yang meyakini model persekolah yang seperti ini sebagai model persekolahan yang mereka jalankan, maka mereka itu akan saling melirik lalu saling tertarik lalu berkumpul dalam satu kekuatan lalu melakukan gerakan riil yang akan menarik lebih kuat lagi institusi lain. Seperti magnet, maka tarikan ke arah tertentu akan menguat dan menciptakan  bentuk lain yang lebih konstruktif dari inti gerakannya.

Saya sampaikan pada guru-guru yang saya cintai itu, gadis-gadis muda yang penuh energi (berasa tua :p), dan tentu saja bukan berasal dari Universitas Pencetak Guru, bahwa kegiatan mengajar yang mereka lakukan adalah momen-momen sejarah bagi murid kita. Mungkin ketulusan para guru ini benar-benar pada level “dewa” hingga tak hirau dengan penghargaan. Namun, dipercaya atau tidak, para juara di kelas kita adalah para juara di kehidupan. Murid kami yang tiap diri adalah juara, kelak akan sangat berterima kasih dengan ketulusan dan kekayaan akan pengalaman yang mereka lalui di kelas yang dipandu oleh guru-guru tulus itu.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...