Wednesday, May 27, 2015

Mimpi yang Jadi Nyata

Entah bagaimana saya sering bermimpi bepergian. Terlebih ketika penat dan feeling lonely. Konon, mimpi bukan sekadar bunga tidur tapi juga refleksi dari pemikiran yang belum tuntas atau emosi di bawah kesadaran. Hahaha..so psikologis ya.
Apa pun itu... kembali lagi soal mimpi. Dalam mimpi, perjalanan yang saya tempuh lebih sering menceritakan soal isra. Perjalanan malam hari. Sampai aku tiba di sebuah perkampungan yang asing... jalan2 kecil di sela rumah satu dengan yang lain, akhirnya jalan itu membawaku ke pantai atau hutan atau lembah atau sungai.
Aku tak begitu peduli dengan tafsir mimpi. Satu hal yang pasti, aku rindu perjalanan. Haus. Aku rindu melihat gelap berubah terang dari atas kendaraan. Aku rindu melihat pendar lampu2 dari rumah di pinggir jalan yng kulewati. Aku rindu membayangkan, apa yang penduduk daerah itu lakukan bersam keluarganya dalam pendar yang tak terlalu terang itu. Apakah mereka sebahagia imajinasiku?
Ya. Rupanya aku rindu dengn perjalanan. Satu cita2 yang sempat kukubur dalam2 karena aktifitasku yang padat macam presiden :p yaitu mewujudkan mimpiku yang terbesar: menyelenggarakan persekolahan.
Dulu jika letih, gundah, mati gaya...aku melancong sendirian. Ya, sejak kelas 2 SMP aku sdh berani pulang ke kampung mama sendirian. Tasik -Bekasi tidak dekat untuk anak seumur itu. Tapi asik saja. Menyenangkan. Atau nyebrang ke Lampung demi menginap di rumah bibi. Bukan nekat sebenarnya, tapi jiwaku memang butuh bergerak bahkan jika mungkin ingin terbang.
Soal terbang... seiring dengan waktu, lama tak traveling aku jadi kurang percaya diri untuk melakukannya lagi. Soal umur, status sebagai istri dan ibu, juga keuangan membuat kebutuhanku untuk "moving area" kunomer seribukan. Hingga datang kesempatan untuk flight bersama guru2 JSAN (jaringan sekolahlam nusantara). Semua mendukung walau satu persatu kejadian ganjil membuatku tak begitu yakin aku benar2 bisa flight. Aplagi ini travelingnya benar2 terbang. Terbangnya lintas negara. Dua hari untuk dua negara tujuan. Suka senyum2 sendiri kalau ingat ini.
Ini dia beberapa kejadian yang membuat perasaanku "ganjil". Maklumlah saya ini melankolis romantis dan super manis juga rada2 sok pesimis.
1. Gagal dapat santunan beli tiket. Eng ing eng...padahal sudah daftar. Soooo... bikin Plan B alias tutttuttt sensor.
2. Kk asli sebagai syarat pengambilan passport ngilang blasss... akhirnya tertunda lebih dari seminggu baru bs ambil >_<
3. Tiket ketinggalan. Baru sadar waktu di mobil menuju bandara. Mustahil balik secara berangkat pagi buta biar ngga kena macet.
4. Mencri2 selama di Spore... beberapa kali ketinggalan romnongan. Padahal saya sdh lapor ke imaam safarnya buuu #masihgemes
Nahhh kalau lihat 4 point di atas sepertinya aku tuh sial banget ya. Sebenarnya engga. Justru dari sana aku makin yakin bahwa pertolongan Allah itu dekat. Cuma itu keyakinan saya. Kalau pun gagal flight ngga apa2 juga. Bener2 pasrah. Atau pada saat kejadian mencri2 dan ada ketidaknyamanan pada sikap seseorang saat di Spore buatku itu ayat Allah. Ya. Aslinya karakter manusia itu akan terlihat selama di perjalanan.
Setelah perjalanan aku menemukan bnyk sekali catatan yang perlu kurekam dalam2 di jiwaku adalah: perjalanan itu satu dari persoalan kehendak Allah. Perjalanan itu memgenai urusan kita dengan Allah. Maka, saya tidak ragu untuk membuat perjalanan dengan budget yang sama namun lebih seru dan asik. Saya juga tak malu untuk mengajak rekan guru menulis tentang perjalanan
Perjalanan itu mengajarkan pasrah pada Allah sebaik2 pembuat rencana. Sebaik2 apa pun itinerary yang kita buat...jika Allah tak izinkan maka belum tentu bisa diselenggarakan. Rencana perjalanan bisa berubah menjadi tak asik atau super asik.
Hmmm...sebenarnya, cita2 mau go aboard dari Jingga mulai ditetaskan bersama tim pendahulu di Jingga. Ya bersama mereka aku sering bicarakan soal mimpi. Tak lama mimpi itu naik ke monitor dan turun ke atas kertas hingga disebar2kan dalam forum2 pertemuan. Tak lama? Ya lama juga sih. Ngobrolinnya dua tahun yg lalu, merencanakannya dengan serius  di Januari ini (sekarng pekan terakhir Mei 2015), hunting tiket 2 bulan yang lalu dan serius bener2 tuh tiket diprint baru beberapa hari lalu. Terima kasih pacul buat ccnya, bu yuni dan bu ana yg begadang2 inshaAllah trip kita bakal nyaman nantinya karena direncanakan dengan baik.
Ingat lagi yuk, ada pemeo yang bunyinya, "Sukses merencanakan adalah merencanakan kesuksesan". Walau trip buat guru yang perkiraan dilaksanakan Maret 2016 itu muasih luama buanget, saya ngga merasa repot untuk hunting tiket dari sekarang dan menambah informasi tentang destinasi dalam target. Bagi saya, jika selesai satu urusan maka selesaikanlah urusan yang lain. Ingat ini ayat Allah di AlQuran surat apa? Cekidot Al Quran surat Al Insyirah
Jika masih ada ruang jiwa cukup luas dari kapasitas diri kita untuk menyelesaikan banyak hal, kenapa tidak? Toh, dikerjakan sedikit2 itu lebih baik dari pada banyak dan repot di waktu2 terdekat dengan  deadline. Walau ide biasanya muncul itu di saat2 mendesak, tapi persiapan sebuah program merupakan pembicaraan tentang sesuatu yang nyata, kelihatan,dan yang paling penting adalah berhubungan dengan manusia.
Booster to next leap ;)
Satu lagi yang terakhir sebelum tidur: mengenai pertolongan Allah. Sebelumnya ini juga hasil renungan dari chat singkat with my sis, which is about al inshirah. Allah memberikan atau mengganjar berupa hasil kerja dari seseorang itu berdasarkan usahanya. Semakin kuat usahanya, semakin tekun, semakin teguh berusaha memperbaiki diri, dan yakin akan pertolongan Allah...maka semakin dekatlah dengan pencapaian yang telah kita targetkan. Jadi, hasilnya bukan karena kepintaran dan kualitas diri saja,  tapi peran Allah lebih dari yang bisa kita kalkulasi. Jadi, teruslah bergerak dan berbhat sebaik mungkin. Lakukan kerjamu dengan kualitas pribadimu yang terbaik, biar Allah tujukkan hasil kerja kita. Tugas kita berusaha dan tugas Allah memberikan ganjaran,kknsekuensi logis dan positif atas kinerja terbaik yang kita tampilkan.

Thursday, May 7, 2015

Yang Dekat di Mata, Dekat di Hati (Plus Episode Urut di Haji Naim)


Benar kata papa. beliau yang selalu support menemani kami tretament di Haji Naim bersama Om Rusyud dan Ertiganya mengingatkan, "Tidak ada orang yang minta celaka atau ingin mencelakai." Hm... semua kehendak Allah SWT. yakin saya sepenuh-penuhnya bahwa ini merupakan episode indah yang Allah siapkan dan skenariokan bagi kami sekeluarga.

Sakit yang diderita suamiku karena patah kaki dalam kecelakaan tak memungkinkan ia untuk mengurus keperluan pribadinya sendiri. Aku lah tangan kanan dan tangan kirinya. Aku matanya, aku kakinya. Sabar. Kami sering berbagi kekuatan. Kala ku tak kuat dan menangis di dadanya, ia berujar agar aku sabar. Kala ia kesakitan dan aku hanya bisa memijat di bagian kakinya yang sehat...aku juga berujar agar ia sabar. Kadang aku meledekinya dengan candaan dan kami tertawa bersama kala air mata masih menggantung. Romantis dan lucu. Kadang kalau lagi iseng ada juga niatan bikin naskah stand up tentang kejadian ini. :p

Satu terapis membantu buka perban. Setelah selesai maka diteruskan yang lain.
Bergantian orang-orang baik datang dan mendoakan. Yang tak sempat datang, menelepon...tak sempat menelepon, berkirim pesan...semua support. terutama keluarga Jingga. Dari siswa SD1 sampai Direktur Pendidikan (Pak Ari Maryadi) datang mengunjungi. Pak Ari ini kami kenal sudah lama sekali. Sejak saat mengenal hingga sekarang, hati kami selalu terpaut dikarenakan kesamaan visi dan misi (ehm...sebenarnya beliaulah yang membimbing dan membuka kesempatan untuk berkiprah di dunia pendidikan juga di HPAI). Subhanallah indahnya berjamaah. Mereka itu dekat di mata, dekat di hati.

Terapi yang kami pilih bukan hal aneh. Sebagian besar yang datang menjenguk menambahkan cerita motivasi, bahwa kecelakaan pada A, B, C terjadi lebih berat dan mengerikan. Tulang kaki hancur dan harus amputasi akhirnya sembuh. Tulang belakang patah pun demikian. ya... Alhamdulillah biidznillah mereka sembuh. Normal seperti sedia kala. Pengobatan yang dipilih adalah terapi di Ahli Patah Tulang. Rata-rata rujukan yang mereka sebutkan menggunaka minyak Cimande. Bisa jadi mereka itu satu guru satu ilmu, hehe... Kami memilih berobat ke Haji Naim daerah Cilandak. Untuk obat penahan rasa sakit, recovery tulang dan sel...kami menggunakan Gamat dan Pegagan HS produk HPAI. Tentu ditambah Minyak But But.

Namanya John. John Travolta. Kocak dan favorite suamiku.
"Lah request, kyak penyanyi dangdut aja."
Tentang Haji Naim. Konon Haji Naim sudah meninggal dan terapisnya adalah para murid beliau. Sebagian sudah sangat maju. Ada yang buka praktik di rumah masing-masing ada pula yang praktik di "rumah teriak". Ya isinya teriakan tertahan yang keluar dari mulut pasien. Kenapa tertahan? Terapisnya lucu. Sungguh, seperti melihat dagelan dan lenong atau ketoprak betawi. Beberapa kali suamiku dicandai, "Et dah, berisik tau...tereak tereak." Atau candaan yang agak gitu deh atau pukulan ringan di daerah yang tak sakit...kadang bikin shock juga. haha... baru setelah sadar mereka bercanda kami ikut tertawa. Begitulah terapi di sana...5 hari sekali kami disuguhi "perlakuan" yang merontokan ketegangan.

Di kunjungan ke-4 suamiku sudah diijinkan menggunakan tongkat. Rasanya tuh...bahagia banget. setelah beberapa malam mimpi dirinya bisa jalan lagi :'(

Terapisnya juga senang melihat kemajuan beliau. punggung kaki sebelah kiri sudah tidak terlalu bengkak...nyaris sempurna kempesnya (apaan coba nih bahasa). Perban sudah semakin memendek. Perkiraan saya 2 bulan ia sudah bisa jalan dengan menapakkan kakinya lagi. Bantu doa ya...

24 April 2015 - Tulis Ulang

Di lorong IGD menunggu dijemput
Photo di sampingi ini berkisah tentang kejadian pada Jumat, 24 April 2015 atau 20 hari yang lalu. Ya sepertinya saya tak salah ingat. Kecelakaan terjadi pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB. Saya diboceng motor dan suami yang mengendarai. Seingat saya pula posisi motor sudah benar berada di kiri dan angkot berjejer berhenti karena macet di bulan-bulan (beberapa meter sebelum pintu perlintasan kereta api Bekasi). Tiba-tiba saya jatuh di atas trotoar. Motor agak jauh sedikit. Masih berada di posisi aspal. Saya cek rasanya tak ada yang sakit dan menghampiri suami yang tidak bangun dari posisi duduk menahan sakit.

Ternyata seorang penumpang angkot K15 turun dan membuka pintu dengan keras hingga kami yang sedang melaju itu pun terpental. Laki-laki etnis china itu tinggi besar. Ia memarahi kami dan memaki suami. Saya heran betul sampai tak bisa berkata apa-apa. Sambil membuka helm dan jaket yang dikenakan suami, saya mencoba mengembalikan logika yang sempat shock itu. Tak ada kalimat yang saya keluarkan melihat kedua orang ini berargumen. Semakin lama semakin banyak yang datang dan mereka membenarkan bahwa lelaki itulah yang salah.

"Makanya, bawa motor itu ngga usah kenceng-kenceng. Nyalip kok sebelah kiri?"
"Ya udah ngga usah berlebihan. Mau biaya berapa? Ayo selesaikan saja di sini. Saya buru-buru mau kerja. Kalau ada aparat, mereka juga bisa tahu kalau kamu yang salah."
Kira-kira ceracauan inilah yang terus-terusan dilontarkannya berapi-api Sungguh tak masuk akal. Di manakah orang ini hidup? Mungkin lama di Eropa. Posisi motor di Indonesia memangdi lajur sebelah kiri, Semua orang juga tahu. Kedua, jelas-jelas polisi akan meminta saksi mata di sekitar kejadian dan tentu mereka akan mempersalahkan dia. kok masih berani manggil aparat. yang ketiga dari kalimatnya jelas dia lengah karena terburu-buru, membuka pintu tanpa melihat arah kiri belakang dan samping.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...