Tuesday, July 26, 2016

Fenomena oh Fenomena

Setelah aktivitas pagi sebagai emak-emak.... masak buat sarapan dan terengah-engah mengatur napas, saya kembali terkapar di pembaringan. Letih sekali tadi malam, bukan karena kebiasaan pulang kerja yang sudah kembali normal namun karena saya cukup terganggu dengan sebuah akun medsosnya abegeh bernama aw****n. Mata terpejam tapi alam bawah sadar bekerja menuju waspada. Sengaja saya tak mention nama jelasnya untuk menghindari pengungkapan aib. Kekhawatiran saya pada gem p****n (penyamaran ini bertujuan agar google tdk mendeteksi tulisan saya sebagai penunjang peringkatnya) ternyata tidak ada apa-apanya selain kekhawatiran saya pada virus sosok tersebut.

Sudah banyak tulisan yang membahas sang perempuan muda ini. Saya tak hendak ikut-ikut memposisikan sebagai haters atau mencari sisi positif dari dirinya, Saya ingin berbuat banyak dan mengajak semua orang tua turut berbuat (ya saya mah apa atuh). Memeluk anak-anak kita dan membisikinya dengan keyakinan bahwa ia bisa menjadi dirinya yang terbaik tanpa mengikuti trendsetter yang memimpin di dunia maya. Saya yakin strategi di tangan sudah lengkap dipahami oleh semua orang tua yang berpendidikan dan berhati nurani. Tinggal apply. Tinggal dampingi anak-anak kita.

Ingin menulis banyak, lain waktu dilanjutkan lagi inshaAllah.

Tuesday, July 12, 2016

Dua Jalan, Kefasikan dan Ketakwaan

Ada suatu masa ketika kita yang masih dhaif dan haus ilmu ini termenung-menung setelah mengalami shock dengan berbagai kalimat yang diakhiri kalimat tanya, "Kok bisa ya?" Kok bisa, Si A merendahkan orang lain secara terang-terangan? kok bisa Si B menjelek-jelekan darah dagingnya sendiri di depan para tetamu? Kok bisa Si C melakukan Z, kan ilmunya tinggi dan pengalamannya luas? Kok Si D melakukan X padahal UVW.

Ya bisa. Kita ini manusia yang diilhamkan jalan taqwa dan jalan kefasikan (dalam terjemahan). Yuk kita cek ayat ke-8 surat asy syam dalam Al Quran, namun jangan lupa baca ayat sebelum dan sesudahnya:

(7). وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),


(8). فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,


(9). قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,


(10). وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

Saya mentafakuri surat Asy Syam ini dan menyadari benar bahwa pemahaman anak dilahirkan sebagai kertsa putih itu tidak benar. Semua manusia telah diinstal kefasikan dan ketakwaan. Maka kita akhirnya teringat hadits mengenai fitrah manusia yang sebenarnya Islam, namun karena "didikan orang tua" maka sang anak menjadi Yahudi, Nasrani, maupun Majusi.

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Tiada seorangpun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fithrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. [HR. al-Bukhâri dan Muslim]

Kembali lagi ke surat Asy syam, di ayat ke-9 dinyatakan bahwa beruntunglah orang yang mensucikan jiwa. Terlihat jelas, bahwa seorang anak manusia lagi-lagi harus masuk ke area proses pensucian atau tazkiah hingga fitrah ketakwaan akan menjadi dominan dalam dirinya. Manakala fitrah itu dikotori, maka jalan kefasikan membuat dirinya selalu merugi.

"Kok bisa? Kalau saya jadi dia mungkin blablablabla"

Lantas, pertanyaan "Kok bisa?" menjadi larut dalam keprihatinan. Keheranan yang sama juga dialami oleh para malakut Allah SWT ketika  Nabi Adam as.dideklarasikan akan menjadi khalifah di dunia. Mereka bertanya pada Allah: "Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" (Q.S. Al-Baqarah [2]:30)

"Perusak" melekat dalam spesifikasi diri Nabi Adam as. namun Allah SWT menjadikan kemampuan "merusak" ini sebagai upaya penegakan peradaban kemanusiaan. Tak ada "perusakan" maka tak ada kemajuan. Namun, hanya pemimpin yang taat pada Allah saja yang mampu menjalankan misi "merusak untuk membangun" ini sesuai dalam koridor.

Lantas, pertanyaan "Kok bisa?" menjadi larut dalam permakluman. Ya, berarti jika hal-hal yang tidak bisa kita terima karena mengetahui mana haq mana bathil hadir, karena ada fitrah yang terluka. Seperti yang disampaikan Ustad Harry Santosa. Ya mungkin ada fitrah yang tidak dipelihara, tidak dirawat dan ditumbuhkan, tidak dibangkitkan, tidak terjadi penyadaran potensi yang ada pada diri manusia secara hati-hati.

Ah, ah... saya bersyukur bisa belajar dari Ustad Adriano Rusfi dan Ustad Harry Santosa mengenai pendidikan yang sesuai dengan fitrah. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa saya sebagai anak, sebagai orang tua, sebagai menantu, sebagai sibling :'(. Semoga saya diberikan kekuatan untuk melawan jalan kefasikan dan istiqomah dalam jalan ketaqwaan. Doa yang sama untuk temans pembaca artikel ini.

Ah, ah...sepertinya saya harus mulai bergegas menyatukan langkah dengan suamiku sayang untuk membenahi beberapa hal. Dimulai dari diri kami dan semoga berefek baik untuk anak-anak kami, keluarga besar kami, dan masyarakat sekitar. Semoga kami mampu membina diri sesuai adab, melatih kedisplinan, kepatuhan, kemuliaan, kegagahan, martabat dan harga diri, perjuangan, pengorbanan.


رَّبَّنَآ إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِى لِلْإِيمَٰنِ أَنْ ءَامِنُوا۟ بِرَبِّكُمْ فَـَٔامَنَّا رَبَّنَا فَٱغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّـَٔاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ ٱلْأَبْرَارِ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. (Qs. Ali Imran, ayat 193)

Sumber inspirasi:
https://www.facebook.com/harry.hasan.santosa/posts/10209786081638878
https://www.facebook.com/profile.php?id=861120631&fref=ts

Sunday, July 3, 2016

Meminta-minta, Harga Diri, dan Tradisi Berbagi

Beberapa hari yang lalu datanglah seorang ibu ke rumah menemui mamaku. Beliau beberapa bulan yang lalu juga datang dengan keperluan yang sama, yaitu berkaitan dengan masalah finansial. Jika beberapa bulan lalu itu beliau menjual jilbab bekas pakainya dua helai seharga Rp. 50.000 atau beberapa tahun sebelumnya beliau menjual tas bekas pakainya, saat itu perempuan yang lebih tua dari mama ini meminta uang, jilbab bekas, dan kue lebaran. Saya terhenyak. Sedih sekali rasanya. Beliau terhitung mampu. Tubuhnya masih segar. Anaknya sudah dewasa dan sehat semua.

Tak lama, saya membaca sharing di sebuah grup WhatsApp mengenai seorang pengelola bisnis haji dan umrah yang dikejar-kejar pengelola zakat sebuah lembaga dikarenakan beliau tidak mampu menunaikan zakat profesi tahun ini. Ia mulai merasa seperti diteror karena selalu ditelepon, disambangi, dan dikirim nasihat-nasihat melalui teks juga. Ya, bisnisnya tidak selancar tahun kemarin dan ia tak bisa memberikan zakatnya seperti yang dilakukan beberapa tahun belakangan. Sudah dijelaskan pada sang perwakilan lembaga tersebut berkali-kali dengan penjelasan yang sama. Jangan ditanya soal zakat fitrah, ia tentu sudah selesai membayarkannya. Jikalah lembaga ini butuh dana untuk membiayai kehidupan individu (para dhuafa) di bawah naungannya, sebaiknya mereka mulai berpikir untuk mengelola uang yang mereka terima sebagai bagian dari usaha kemandirian. Hindarkan menagih kepada individu atau perusahaan yang batas kewajibannya belum sampai. Munculah "kesan" meminta-minta dengan memaksa.

Di lain tempat, saya memiliki mentor yang sangat senang berbagi hadiah. Setiap achievement yang kami buat selalu saja ada sesuatu yang keluar dari perbendaharaan hartanya untuk diberikan sebagai reward. Atau beberapa kawan dan saudara lainnya yang selalu ingat membelikan oleh-oleh untuk orang-orang di sekitarnya karena ingin menyebarkan kebahagiaan dan mengekalkan kasih sayang. Atau di pasar tradisional dekat rumah saya para tukang sayur, tukang tempe, tukang beras, bahkan pengepul sampah bank sekolah yang rutin memberikan para pelanggannya bingkisan lebaran sebagai ucapan terima kasih walau sekadar kue kaleng atau sebotol sirup, atau sehelai daster. Saya terenyuh.

Lihatlah, ada beberapa perbedaan mentalitas yang bukan disebabkan oleh asal status sosial manusia, namun dari cara pandang soal hidup, dari perjalanan panjang mereka dalam berjuang lalu bertahan setelah itu bersyukur dengan segala karunia yang diperoleh dengan cara membahagiakan orang lain yang juga membahagiakannya dalam dimensi yang lain itulah perbedaan mendasar yang yang menjadi penyebabnya
.

Mungkin setelah kawan membaca tulisan ini akan ada kesan yang di luar dugaan. Maafkan saya. Jujur, niat saya menuliskan ini hanya mengingatkan diri sendiri mengenai Iffah (harga diri), Shadaqah, Peningkatan Kesejahteraan, dan Saling menasehati dalam Ketakwaan dan Kesabaran.

Baiklah, kawan. Mari kita simak beberapa hadits mengenai menjaga diri dari "meminta-minta" di bawah ini. Jazakallah khairan katsira kepada Sepdhani untuk kumpulan haditsnya.


لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta,kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak,dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.”(QS. Al-Baqarah: 273)

Ibnu Katsir berkomentar ketika menafsirkan ayat di atas:

Allah berkehendak agar mereka tidak memelas dalam meminta-minta dan mereka tidak memaksa manusia dengan sesuatu yang mereka tidak butuhkan, sebab orang yang meminta-minta padahal dia memiliki sesuatu yang bisa 3 mencegahnya dari meminta-minta maka sungguh dia termasuk orang yang meminta-minta kepada manusia secara memaksa.[Tafsir Ibnu Katsir: 1/324].

Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Nabi saw bersabda:

Bukanlah orang yang miskin orang yang berkeliling meminta-minta, yaitu orang yang berkeliling kepada orang lain untuk meminta-minta lalu dia ditolak satu suap atau dua suap atau satu biji korma dan dua biji kurma. Lalu mereka bertanya: Siapakah orang yang miskin tersebut wahai Rasulullah?. Beliau bersabda: Orang yang tidak memilki apa yang mencukupinya dan dia tidak pandai mencari lalu orang-orang bersedeqah kepadanya serta tidak meminta kepada orang lain sesuatu apa pun”.[Shahihul Bukhari: 1/457 no: 1476 dan shahih Muslim: 2/719 no: 1039]

Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda: “

Barangsiapa yang meminta-minta harta orang lain untuk dikumpulkannya maka sungguh dia telah meminta barak api jahannam, maka hendaklah dia mempersedikitnya atau memperbanyaknya”.[Shahih Muslim: 2/720 no: 1041]

Abu Hamid Al-Gozali berkata:

Pada dasarnya meminta-minta itu adalah haram, namun dibolehkan karena adanya tuntutan atau kebutuhan yang mendesak yang mengarah kepada tuntutan, sebab meminta-minta berarti mengeluh terhadap Allah, dan di dalamnya terkandung makna remehnya nikmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada hamba-Nya dan itulah keluhan yang sebenarnya. Pada meminta-minta terkandung makna bahwa peminta-minta menghinakan dirinya kepada selain Allah Ta’ala dan biasanya dia tidak akan terlepas dari hinaan orang yang dipinta-pinta, dan terkadang dia diberikan oleh orang lain karena faktor malu atau riya, dan ini adalah haram bagi orang yang mengambilnya”. [Ihya’ Ulumuddin: 4/223]


Dan Nabi saw telah menjelaskan bagi kita orang yang boleh meminta-minta. Dari Qubaishoh r.a bahwa Nabi saw bersabda:

Sesungguhnya meminta–minta tidak halal kecuali bagi salah seorang dari tiga golongan: Orang yang menanggung tanggungan hutang, dia halal meminta sehingga menyelesaikan tanggungannya kemudian menahan dirinya, dan seorang lelaki yang ditimpa musibah pada hartanya, dan boleh baginya memintaminta sehingga dirinya mencapai kemampuan untuk hidup dan seorang yag ditimpa kemiskinan setelah kaya sehingga tiga orang yang berakal dari kaumnya berkata: Sungguh si fulan telah ditimpa kemiskinan, dan boleh baginya meminta-minta sehingga dia mampu hidup. Selain tiga orang ini wahai Qubaishah, adalah harta haram yang dimakan oleh pelakunya secara haram.”[Shahih Muslim: 2/722 no: 1044]

Dari Samuroh bin Jundub r.a bahwa Nabi saw bersabda:

Sesungguhnya meminta-minta sama seperti seseorang menggores wajahnya sendiri kecuali jika dia meminta kepada penguasa atau meminta karena darurat”. [Sunan Turmudzi: 2/65 no: 681 dan dia berkata: Hadits hasan shahih]


Ashan’ani berkata: Adapun meminta kebutuhan kepada penguasa maka hal itu tidak tercela, sebab dia meminta haknya sendiri dari baitul mal (kas Negara) dan seorang penguasa tidak berhak mneyebut-nyebut pemberiannya kepada orang yang meminta sebab dia adalah seorang wakil, kedudukannya sama seperti seseorang yang meminta wakilnya agar dia mengembalikan hak yang masih berada di tangannya. [Subulus salam: 1/632]

Akhirnya, saya yang dhaif ini membuat kesimpulan untuk diri sendiri:
1. Ada orang yang memelihara diri dari meminta-minta. Mereka mengikat dirinya di jalan Allah, memberikan yang terbaik dalam dakwah dan menyembunyikan kemiskinannya. Merekalah yang harus diberi infaq oleh kita. Memang dibutuhkan kejelian dan kasih sayang yang dalam untuk melakukan ini.

2. Yang disebut orang miskin adalah bukan mereka yang berkeliling meminta-minta namun kategori miskin adalah mereka yang tidak punya apa-apa lagi sekali pun untuk makan esok pagi juga tidak mampu bekerja.

3. Meminta-minta adalah meremehkan dirinya di hadapan selain Allah.

4. Meminta-minta hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat dan hanya dilakukan pada penguasa yang bantuannya diambil dari baitul mal.

5. Tiga golongan yang diperbolehkan meminta-minta: 
1) Orang yang menanggung tanggungan hutang, dia halal meminta sehingga menyelesaikan tanggungannya kemudian menahan dirinya,  
2) seorang lelaki yang ditimpa musibah pada hartanya, dan boleh baginya memintaminta sehingga dirinya mencapai kemampuan untuk hidup 
3) seorang yag ditimpa kemiskinan setelah kaya 

6. Penguasa tidak boleh menyebut-nyebut pemberiannya karena sesungguhnya apa yang dikeluarkan adalah pemberian kepada yang berhak dan harta tersebut bukanlah miliknya.

Saya sungguh salut dengan mereka yang berusaha bangkit dari "kedhuafaan", mereka yang enggan disebut dhuafa dan memeilihara tangannya juga anak istrinya dari meminta-minta. Mereka yang bekerja keras berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan usaha sendiri juga menyerahkan semua kebutuhannya untuk dipenuhi oleh Allah saja.

Sadarkah kita, bahwa selama ini tanpa sadar kita sudah mengajari diri juga anak-anak kita meminta-minta, "Bilang sama Om, Om...THR kita mana?" atau sekadar guyonan antar teman kerja yang terdengar biasa saja, "Wah Ultah ya hari ini? Traktir dong..." 

Mari kita berusaha sebaik mungkin untuk menjadi pribadi yang senang berbagi rejeki dan menahan diri dari meminta-minta. Mari kita bayangkan, jika semua orang melakukan ini... sebuah kebiasaan yang masyarakat secara umum menamakannya tradisi philantrophy, sebuah contoh yang diajarkan Rasulullah jauh sebelum kata ini menjadi daftar perilaku humanis. Ya, Rasulullah dan para sahabat tak pernah membiarkan dirinya bergelimang harta walau pun mereka saudagar kaya raya.... Ya bayangkanlah akan menjadi sedamai apa dunia? Semua manusia berlomba menjadi pribadi yang tercukupi dan mencari orang lain yang dibantu untuk bisa mencukupi diri. membantu para dhuafa untuk bangkit dari kedhuafaan dan mampu menjadi Tangan Di Atas, mereka yang mengetahui dengan benar bahwa membantu sesama hakikatnya bukan berkurang namun bertambah beratus kali lipat jumlahnya.

Seharusnya kita yang muslim ini, yang berusaha sebaik mungkin memberikan bantuan bagi saudara seiman yang membutuhkan. Simaklah berita ini:

Pada Sabtu (12/12), Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menemui langsung perwakilan 163 pengungsi Suriah yang tiba di negaranya melalui Bandar Udara Internasional Toronto. Seperti dilaporkan Toronto Star, sang PM berjanji para warga Suriah yang kabur dari perang saudara dan teror ISIS itu akan otomatis memperoleh status residen permanen. Mereka masih harus menunggu status warga negara tetap, tapi sudah memperoleh jaminan sosial, nomor induk kependudukan, serta izin kerja.

Jika mereka yang bepikiran liberal mampu menempatkan hati di tempat para pengungsi ini berpijak, maka seharusnya kita yang muslim bisa berbuat lebih banyak lagi. Maka standar kemiskinan akan terpupus semakin pasti. Maka mentalitas akan berbalik dan semua orang siap berbuat dengan segala upaya yang dimilikinya. Maka tidak akan ada pengemis lagi. Maka kesejahteraan ekonomi dan kedamaian dunia akan terjalin dengan harmoni. Seperti zaman ketika Rasulullah masih berjejak di permukaan bumi.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...