Tak lama, saya membaca sharing di sebuah grup WhatsApp mengenai seorang pengelola bisnis haji dan umrah yang dikejar-kejar pengelola zakat sebuah lembaga dikarenakan beliau tidak mampu menunaikan zakat profesi tahun ini. Ia mulai merasa seperti diteror karena selalu ditelepon, disambangi, dan dikirim nasihat-nasihat melalui teks juga. Ya, bisnisnya tidak selancar tahun kemarin dan ia tak bisa memberikan zakatnya seperti yang dilakukan beberapa tahun belakangan. Sudah dijelaskan pada sang perwakilan lembaga tersebut berkali-kali dengan penjelasan yang sama. Jangan ditanya soal zakat fitrah, ia tentu sudah selesai membayarkannya. Jikalah lembaga ini butuh dana untuk membiayai kehidupan individu (para dhuafa) di bawah naungannya, sebaiknya mereka mulai berpikir untuk mengelola uang yang mereka terima sebagai bagian dari usaha kemandirian. Hindarkan menagih kepada individu atau perusahaan yang batas kewajibannya belum sampai. Munculah "kesan" meminta-minta dengan memaksa.
Di lain tempat, saya memiliki mentor yang sangat senang berbagi hadiah. Setiap achievement yang kami buat selalu saja ada sesuatu yang keluar dari perbendaharaan hartanya untuk diberikan sebagai reward. Atau beberapa kawan dan saudara lainnya yang selalu ingat membelikan oleh-oleh untuk orang-orang di sekitarnya karena ingin menyebarkan kebahagiaan dan mengekalkan kasih sayang. Atau di pasar tradisional dekat rumah saya para tukang sayur, tukang tempe, tukang beras, bahkan pengepul sampah bank sekolah yang rutin memberikan para pelanggannya bingkisan lebaran sebagai ucapan terima kasih walau sekadar kue kaleng atau sebotol sirup, atau sehelai daster. Saya terenyuh.
Lihatlah, ada beberapa perbedaan mentalitas yang bukan disebabkan oleh asal status sosial manusia, namun dari cara pandang soal hidup, dari perjalanan panjang mereka dalam berjuang lalu bertahan setelah itu bersyukur dengan segala karunia yang diperoleh dengan cara membahagiakan orang lain yang juga membahagiakannya dalam dimensi yang lain itulah perbedaan mendasar yang yang menjadi penyebabnya
.
Mungkin setelah kawan membaca tulisan ini akan ada kesan yang di luar dugaan. Maafkan saya. Jujur, niat saya menuliskan ini hanya mengingatkan diri sendiri mengenai Iffah (harga diri), Shadaqah, Peningkatan Kesejahteraan, dan Saling menasehati dalam Ketakwaan dan Kesabaran.
Baiklah, kawan. Mari kita simak beberapa hadits mengenai menjaga diri dari "meminta-minta" di bawah ini. Jazakallah khairan katsira kepada Sepdhani untuk kumpulan haditsnya.
لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ
مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا
تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“(Berinfaqlah) kepada orang-orang
fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha)
di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara
diri dari minta-minta,kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka
tidak meminta kepada orang secara mendesak,dan apa saja harta yang baik yang
kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.”(QS.
Al-Baqarah: 273)
Ibnu Katsir berkomentar ketika menafsirkan ayat di atas:
Allah berkehendak agar mereka tidak memelas dalam
meminta-minta dan mereka tidak memaksa manusia dengan sesuatu yang mereka tidak
butuhkan, sebab orang yang meminta-minta padahal dia memiliki sesuatu yang bisa
3 mencegahnya dari meminta-minta maka sungguh dia termasuk orang yang
meminta-minta kepada manusia secara memaksa.[Tafsir Ibnu Katsir: 1/324].
Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Nabi saw bersabda:
“Bukanlah orang yang miskin orang
yang berkeliling meminta-minta, yaitu orang yang berkeliling kepada orang lain
untuk meminta-minta lalu dia ditolak satu suap atau dua suap atau satu biji
korma dan dua biji kurma. Lalu mereka bertanya: Siapakah orang yang miskin
tersebut wahai Rasulullah?. Beliau bersabda: Orang yang tidak memilki apa yang
mencukupinya dan dia tidak pandai mencari lalu orang-orang bersedeqah kepadanya
serta tidak meminta kepada orang lain sesuatu apa pun”.[Shahihul Bukhari: 1/457
no: 1476 dan shahih Muslim: 2/719 no: 1039]
Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda: “
“Barangsiapa yang meminta-minta
harta orang lain untuk dikumpulkannya maka sungguh dia telah meminta barak api
jahannam, maka hendaklah dia mempersedikitnya atau memperbanyaknya”.[Shahih
Muslim: 2/720 no: 1041]
Abu Hamid Al-Gozali berkata:
Pada dasarnya meminta-minta itu adalah haram, namun
dibolehkan karena adanya tuntutan atau kebutuhan yang mendesak yang mengarah
kepada tuntutan, sebab meminta-minta berarti mengeluh terhadap Allah, dan di
dalamnya terkandung makna remehnya nikmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada
hamba-Nya dan itulah keluhan yang sebenarnya. Pada meminta-minta terkandung
makna bahwa peminta-minta menghinakan dirinya kepada selain Allah Ta’ala dan
biasanya dia tidak akan terlepas dari hinaan orang yang dipinta-pinta, dan
terkadang dia diberikan oleh orang lain karena faktor malu atau riya, dan ini
adalah haram bagi orang yang mengambilnya”. [Ihya’ Ulumuddin: 4/223]
Dan Nabi saw telah menjelaskan bagi kita orang yang boleh
meminta-minta. Dari Qubaishoh r.a bahwa Nabi saw bersabda:
Sesungguhnya meminta–minta tidak halal kecuali bagi salah
seorang dari tiga golongan: Orang yang menanggung tanggungan hutang, dia halal
meminta sehingga menyelesaikan tanggungannya kemudian menahan dirinya, dan
seorang lelaki yang ditimpa musibah pada hartanya, dan boleh baginya
memintaminta sehingga dirinya mencapai kemampuan untuk hidup dan seorang yag
ditimpa kemiskinan setelah kaya sehingga tiga orang yang berakal dari kaumnya
berkata: Sungguh si fulan telah ditimpa kemiskinan, dan boleh baginya
meminta-minta sehingga dia mampu hidup. Selain tiga orang ini wahai Qubaishah,
adalah harta haram yang dimakan oleh pelakunya secara haram.”[Shahih Muslim:
2/722 no: 1044]
Dari Samuroh bin Jundub r.a bahwa Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya meminta-minta sama
seperti seseorang menggores wajahnya sendiri kecuali jika dia meminta kepada
penguasa atau meminta karena darurat”. [Sunan Turmudzi: 2/65 no: 681 dan dia
berkata: Hadits hasan shahih]
Ashan’ani berkata: Adapun meminta kebutuhan kepada penguasa
maka hal itu tidak tercela, sebab dia meminta haknya sendiri dari baitul mal
(kas Negara) dan seorang penguasa tidak berhak mneyebut-nyebut pemberiannya
kepada orang yang meminta sebab dia adalah seorang wakil, kedudukannya sama
seperti seseorang yang meminta wakilnya agar dia mengembalikan hak yang masih
berada di tangannya. [Subulus salam: 1/632]
Akhirnya, saya yang dhaif ini membuat kesimpulan untuk diri sendiri:
1. Ada orang yang memelihara diri dari meminta-minta. Mereka mengikat dirinya di jalan Allah, memberikan yang terbaik dalam dakwah dan menyembunyikan kemiskinannya. Merekalah yang harus diberi infaq oleh kita. Memang dibutuhkan kejelian dan kasih sayang yang dalam untuk melakukan ini.
2. Yang disebut orang miskin adalah bukan mereka yang berkeliling meminta-minta namun kategori miskin adalah mereka yang tidak punya apa-apa lagi sekali pun untuk makan esok pagi juga tidak mampu bekerja.
3. Meminta-minta adalah meremehkan dirinya di hadapan selain Allah.
4. Meminta-minta hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat dan hanya dilakukan pada penguasa yang bantuannya diambil dari baitul mal.
5. Tiga golongan yang diperbolehkan meminta-minta:
1) Orang yang menanggung tanggungan hutang, dia halal meminta sehingga menyelesaikan tanggungannya kemudian menahan dirinya,
2) seorang lelaki yang ditimpa musibah pada hartanya, dan boleh baginya memintaminta sehingga dirinya mencapai kemampuan untuk hidup
3) seorang yag ditimpa kemiskinan setelah kaya
6. Penguasa tidak boleh menyebut-nyebut pemberiannya karena sesungguhnya apa yang dikeluarkan adalah pemberian kepada yang berhak dan harta tersebut bukanlah miliknya.
Saya sungguh salut dengan mereka yang berusaha bangkit dari "kedhuafaan", mereka yang enggan disebut dhuafa dan memeilihara tangannya juga anak istrinya dari meminta-minta. Mereka yang bekerja keras berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan usaha sendiri juga menyerahkan semua kebutuhannya untuk dipenuhi oleh Allah saja.
Sadarkah kita, bahwa selama ini tanpa sadar kita sudah mengajari diri juga anak-anak kita meminta-minta, "Bilang sama Om, Om...THR kita mana?" atau sekadar guyonan antar teman kerja yang terdengar biasa saja, "Wah Ultah ya hari ini? Traktir dong..."
Mari kita berusaha sebaik mungkin untuk menjadi pribadi yang senang berbagi rejeki dan menahan diri dari meminta-minta. Mari kita bayangkan, jika semua orang melakukan ini... sebuah kebiasaan yang masyarakat secara umum menamakannya tradisi philantrophy, sebuah contoh yang diajarkan Rasulullah jauh sebelum kata ini menjadi daftar perilaku humanis. Ya, Rasulullah dan para sahabat tak pernah membiarkan dirinya bergelimang harta walau pun mereka saudagar kaya raya.... Ya bayangkanlah akan menjadi sedamai apa dunia? Semua manusia berlomba menjadi pribadi yang tercukupi dan mencari orang lain yang dibantu untuk bisa mencukupi diri. membantu para dhuafa untuk bangkit dari kedhuafaan dan mampu menjadi Tangan Di Atas, mereka yang mengetahui dengan benar bahwa membantu sesama hakikatnya bukan berkurang namun bertambah beratus kali lipat jumlahnya.
Seharusnya kita yang muslim ini, yang berusaha sebaik mungkin memberikan bantuan bagi saudara seiman yang membutuhkan. Simaklah berita ini:
Pada Sabtu (12/12), Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menemui langsung perwakilan 163 pengungsi Suriah yang tiba di negaranya melalui Bandar Udara Internasional Toronto. Seperti dilaporkan Toronto Star, sang PM berjanji para warga Suriah yang kabur dari perang saudara dan teror ISIS itu akan otomatis memperoleh status residen permanen. Mereka masih harus menunggu status warga negara tetap, tapi sudah memperoleh jaminan sosial, nomor induk kependudukan, serta izin kerja.
Jika mereka yang bepikiran liberal mampu menempatkan hati di tempat para pengungsi ini berpijak, maka seharusnya kita yang muslim bisa berbuat lebih banyak lagi. Maka standar kemiskinan akan terpupus semakin pasti. Maka mentalitas akan berbalik dan semua orang siap berbuat dengan segala upaya yang dimilikinya. Maka tidak akan ada pengemis lagi. Maka kesejahteraan ekonomi dan kedamaian dunia akan terjalin dengan harmoni. Seperti zaman ketika Rasulullah masih berjejak di permukaan bumi.
Saya biasanya tidak akan memberi bagi pengemis yang raganya masih sehat dan bugar,mbak. Kalau saya memberi berarti membantu dong ya. Sesuai hadits ini,“Barangsiapa yang meminta-minta harta orang lain untuk dikumpulkannya maka sungguh dia telah meminta barak api jahannam, maka hendaklah dia mempersedikitnya atau memperbanyaknya”.[Shahih Muslim: 2/720 no: 1041]
ReplyDeleteMungkin pengecualian jika mereka ini sudah jompo, atau betul-betul cacat seperti tidak punya kaki. :)
Iya mba Isnaini... ada beberapa pengecualian... saya pilu kalau mengingat ini. semoga kita bisa mengajarkan diri dan keluarga kita untuk menjadi hamba yang "senang memberi" dan terhindar dari "meminta-minta"
DeleteIya sama-sama
ReplyDelete