Wednesday, December 16, 2020

Biaya Pendidikan, Hadiah, dan Rasa Syukur

Pada masa seperti ini masih banyak orang tua yang menahan anaknya untuk bersekolah. Mereka enggan mendaftar karena ada beberapa hal yang menurut pengamatan banyak pihak belum aman untuk kembali bersekolah secara tatap muka. Namun, tidak sedikit pula yang memberanikan diri untuk mendaftarkan anak mereka bersekolah. Meninjau hal ini, sebagian besar sekolah pun ternyata mengalami penurunan jumlah siswa yang didaftarkan untuk tahun ajaran baru ini. Merata, perubahan terjadi di semua sisi kehidupan.

Namun, mari kita kembali meyakini bahwa tahun depan yang tinggal beberapa hari ini akan lebih baik dari tahun sebelumnya. Kita menjadi lebih terlatih dan lebih kuat sehingga disadari atau tidak, kondisi akan membaik seiring mental dan fisik para penghuni dunia yang juga membaik. Ada yang hilang dan ada yang datang. Penyesuaian dilakukan secara natural dan pasti ada usaha yang dilakukan agar kita mampu bertahan di episode slanjutnya.

Jika kita sebagai orang tua menyempatkan diri untuk mengingat betapa susah payahnya kita mendampingi anak-anak belajar dari rumah, muncul dalam diri penghargaan yang sangat tinggi kepada para pengajar karena telah begitu sabar. Begitu pun jika kita sebagai guru mengingat betapa susahnya mengajar jarak jauh, maka hadir ke sekolah dan mengajar siswa secara langsung ternyata lebih mudah dan sangat membahagiakan.

Hitungan biaya pendidikan sepertinya mulai direduksi bukan hanya pada jumlah rupiahnya namun nilai dari biaya yang dikeluarkan. Berbahagialah sekolah dan wali siswa yang bersepakat dan berbahagia dengan biaya pendidikan yang dapat dikelola semaksimal mungkin untuk peningkatan kualitas pendidikan. Di sinilah sebutan mahal atau murah menjadi “relatif”.

Ada kebiasaan yang kita temukan di sekolah pada saat pembagian rapot dan kelulusan, orang tua berbondong-bondong memberikan hadiah kepada para guru. Para wali siswa ini menunjukan rasa sayang dan kebahagiaannya karena anak-anak mereka menjalani proses belajar dengan membahagiakan. Bagi mereka, gaji yang diterima para pendidik peradaban ini masih kurang menunjukan kebahagiaan yang muncul dalam diri. Di sisi lain, pemberian hadiah ini ternyata memiliki efek yang tidak baik dalam skala besar. Bukan hanya kemungkinan kecemburuan sosial dan perilaku tidak adil yang akan muncul, namun Rasulullah sudah mengingatkan kita melalui riwayat Imam Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits yang berbunyi,

مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ

“Barangsiapa yang kami tugaskan untuk mengerjakan suatu pekerjaan dan kami telah memberinya upah, maka apa yang diambilnya dari selebihnya adalah ghulul (pengkhianatan).”(Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib,1/191)

Insyaallah rasa syukur dan kebahagiaan orang tua dan guru sudah sangat cukup tanpa harus dibuktikan dengan pemberian hadiah. BIaya yang dikeluarkan, jerih payah yang diusahakan, dan timbal balik kemanusiaan sudah diatur sedemikian rupa dalam keadaan saling ridha. Insyaallah baik guru dan orang tua akan mendapatkan hadiah terbaik dari sisi Allah karena telah mengupayakan yang terbaik untuk masa depan penerus bangsa yang lebih baik.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...